Kriteria Usia Siswa Menghalangi Peran Generasi Lebih Muda dalam Pembangunan Bangsa

by
Emrus Sihombing.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Aturan kriteria usia proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) DKI Jakarta mendapat kritik, bahkan penolakan dari berbagai kalangan, terutama orang tua murid. Disadari atau tidak, kebijakan kriteria usia siswi/a, dipastikan mengalangi generasi lebih muda mengambil peran dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia.

Pendapat ini dikemukakan pakar komunikasi politik yang juga Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, DR. Emrus Sihombing dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Jumat (26/6/2020).

Karena itu, menurut Emrus, kebijakan tersebut sebaiknya dibatalkan atas keadilan pendidikan. Mengapa? Karena ia berpendapat, setidaknya ada empat hal belum maksimal dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta.

Pertama, kebijakan ini tampaknya tidak melalui kajian yang memadai karena masih banyak variabel pendidikan belum menjadi pertimbangan utama, misalnya semangat belajar siswi/a yang bervariasi.

“Karena itu, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi mendalam dan konprihensip dengan melibatkan para pemangku kepentingan, antara lain siswi/a, orang tua murid, pakar pendidikan, dan sebagainya,” ujarnya.

Kedua, kebijakan ini bisa jadi tidak melalui sosialisasi yang intensif sehingga menimbulkan penolakan dari kalangan masyarakat yang merasa tidak memperoleh keadilan pendidikan atas kebijakan tersebut.

“Untuk itu, sebelum kebijakan diberlakukan, mutlak harus dilakukan sosialisasi yang memadai dengan manajemen komunikasi yang baik,” tambah Emrus.

Ketiga, kriteria mengutamakan usia yang lebih tua tidak berkorelasi langsung dengan prestasi akademik siswi/a dalam proses belajar mengajar.

Sebab, kata Emrus, selain berpotensi melanggar hak azasi manusia memperoleh pendidikan, langsung atau tidak langsung tindakan ini menghalangi generasi yang lebih muda dan berprestasi mengambil peran membangun bangsa dan negara. Sementara setiap negara di dunia berpacu mendorong generasi muda tampil dalam persaingan global.

“Karena itu, mengutamakan usia yang lebih tua sebagai kriteria penerimaan siswi/a dibatalkan saja,” sarannya.

Keempat, mengutamakan usia yang lebih tua sekaligus bukti bahwa Pemda DKI Jakarta belum berpihak penuh terhadap pembangunan sektor pendidikan.

“Jika alasan daya tampung sebagai salah satu dasar penentuan kriteria usia yang lebih tua didahulukan, itu tidak rasional. Gubernur DKI Jakarta harusnya mengedepankan pembiayaan pembangunan pendidikan daripada sektor lain.” imbuh Emrus lagi.

Sebab sebagai contoh, biaya puluhan anggota TGUPP, tunjangan dan fasilitas Gubernur dan Wagub, serta Tunjangan Kenerja Daerah (TKD) PNS DKI Jakarta yang sangat fantastis per tahun itu, bisa dialokasikan ke sektor pendidikan.

“Jadi, keterbatasan daya tampung akan selalu dapat dituntaskan selama periode lima tahunan jabatan Gubernur. Bukan malah membuat kebijakan yang tidak produktif dalam rangka negara ini membangun sumber daya manusia (SDM) yang masa produktifnya lebih panjang,” sebut dia.

Kebijakan Dinas Pendidikan DKIJakarta tersebut, menurut pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, sebagai contoh kebijakan yang tidak mau berkeringat. Setiap ada masalah, diatasi dengan kebijakan dalam bentuk aturan atau pembatasan.

“Kalau begini, siapa pun bisa jadi kepala daerah atau dinas. Harusnya, menyelesaikan setiap persoalan dengan tindakan program, dalam hal ini membangun sarana dan prasarana pendidikan,” tutup Emrus. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *