Menelusuri Karya Seni Dalam Dialog Rasa Dalam Jiwa

by
Brigjen Pol. CDL

MUNGKIN mudah mengatakan bagus bermutu berkelas tinggi dan terkenal dari karya para maestro. Namun tatkala ditanya apanya yg membuat atau setidaknya melandasi semua hal tadi sulit menjelaskannya. Memahami karya realis atau naturalis akan lebih mudah bagi orang kebanyakkan. Memahami karya abstrak, atau karya ekspresive atau karya surealis atau karya instalasi yg tdk selalu memenuhi kriteria keindahan. Bisa saja menakutkan, menjijikkan atau merusak keindahan.

Memahami seni memerlukan suatu kontemplasi, tdk bisa sebatas indra saja namun memerlukan dialog rasa dan jiwa. Memahami dan mampu mencicipi kenikmatan suatu karya ini merupakan kepiawaian indra rasa dan jiwa yg menyatu dlm menemukan sesuatu yg ada dlm karya.

Penusuran akan karya seni hampir hampir tdk diajarkan dlm pendidikan formal. Kita lihat saja berapa persen dari para murid yg mampu membaca nada atau partitur2 musik maupun suara dan memainkan alat musik? Berapa persen yg mampu memahami dan menikmati karya seni rupa? Berapa persen yg mampu membaca dan menikmati karya sastra, karya drama bahkan karya tari? Tentu sangat kecil prosentasenya.

Lihat lagi berapa persen pejabat atau pemegang kekuasaan dr pusat hingga daerah yg peduli akan seni budaya? Berapa besar kaum poliyikus yg mau dan sudi berbagi dlm menumbuhkembangkan seni budaya? Berapa persen dari alumni sekilah seni yg mampu bertahan sbg seniman, sbg kurator dan pekerja2 seni yang konsisten dg berbagai konsekuensinya?

Berapa banyak kaum pelaku bisnis yg rela menjadi mentor atau orang tua asuh atau sbg kolektor thd karya seni? Kalau semua itu prosentasenya rendah tentu pemahaman atau dialog rasa dalam jiwa untuk memahami karya perlu dipertanyakan. Jangan2 hanya ikut2an atau jangan2 karena ketakutan atau pamrih atau krn diperintah?

Kalau jawabannya iya maka betapa pilu dan sedih melihat pilar peradaban blm mendapat ruang yg selayaknya. Berapa banyak musium, galeri seni atau ruang2 publik yg ditata dlm konteks kesenian? Tatkala ada hanya sebatas pelengkap penderita maka jangan berharap banyak seni budaya akan menjadi kekuatan bangsa.

Proses transformasi seni budaya memerlukan pokitical will yg kuat untuk memberikan ruang bagi pembelajaran di dlm ruang publik maupun birokrasi. Apresiasi kpd para seniman budayawan dan pejuang2 kemanusiaan semestinya mjd idola, di mana para seniman dan budayawan dpt mjd role model atau ikon peradaban.

Tatkala seni sbg saluran komunikasi dan solusi sosial, kewarasan kehidupan sosial dan upaya2 mencerdaskan kehidupan bangsa akan dpt ditumbuhkembangkan. Spirit patriotisme melalui pendekatan seni budaya didukung literasi seni dan budaya yg mumpuni.

Menikmati suatu karya seni memerlukan pengalaman bukan penghafalan. Ngelmu iku tinemu soko sarananing laku. Proses ini perlu imajinasi pemahaman atas apa yg ada di balik fenomena yg ditangkap oleh indera. Kekuatan dialog, dan data dlam novel pramudya anantatoer mengajak pembacanya hidup spt dlm apa yg diceriterakannya dan mengimajinasikan suasana yg ditelusurinya scr realia ekspresif bahkan surealis. Menikmati pementasan teater gandrik, teater koma yg menyuguhkan gaya teatrikal yg mengkritik kehidupan sosial yg ada dan dijemas dg apik menarik melalui berbagai tata ruang cahaya laku dan canda tawa mampu menyentuh hati penikmatnya dan selalu kangen atau menanti pementasan2 selanjutnya.

Menelusuri karya Affandi, Hendra Gunawan, S Sudjojono, Sadali, Amri Yahya, Nashar, Widayat dsb kontak rasa dan jiwa melalui indra dpt dirasakan makna atau pesan di balik garis warna dalam rupa. Memahami keindahan musik dlm nada suara karya karya kimposer dakam berbagai gaya maupun aliran dialog rasa jiwa dalam indera pendengaran mjd sesuatu yg membuat getaran2 rasa dalam jiwa. Demikian halnya dlm tari, gerakan yg terstimuli atas rasa jiwa akan mewujud dlm gerak yg harmoni dg nada suara yg mendampinginya.

Memahami karya seni bisa dikatakan berdialog untuk menangkap jiwa di balik fenomena. Atau setidaknya rasa tersentuh shg ada sesuatu yg bergetar, “Greng” kata pelukis widayat. Hal ini memerlukan kontemplasi penghayatan kecintaan dan keingintahuan yg tinggi. Tidak sebatas melihat mendengar namun mencicipi rasa nikmat dari suatu karya seni.

Apa yg dituliskan memang absurd dan tdklah tepat persis 100 persen, karena di dalam karya seni multi tafsir dan interpretasi yg setiap orang boleh menikmati dg rasa dan pendekatan yg berbeda.

*Brigjen Pol. CDL* – (Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *