Dana Talangan Garuda, Siapa Yang Diuntungkan?

by
Logo Garuda Indonesia.

Oleh: Lamhot Sinaga*

Lamhot Sinaga.

POLEMIK yang muncul belakangan ini mengenai dana talangan pemerintah ke Garuda perlu dilihat dengan pikiran jernih. Tidak lengkapnya sebuah informasi bisa mengakibatkan simpang siur dan mengundang silang pendapat diberbagai kalangan, termasuk di parlemen lintas komisi banyak analisis dan opini, yang semakin lama dibiarkan mungkin akan melebar kemana mana. Analisis dari aspek regulasi, sampai siapa yang diuntungkan bahkan adakah yang bermain pada pemberian dana talangan ini? Menjadi menu dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam berbagai diskursus tentang dana talangan ini.

Sengkarut dana talangan ini berawal dari rencana pemerintah yang akan menggelontorkan Rp. 143,63 T ke beberapa BUMN sebagai bahagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), besarnya dana gelontoran ini mengundang respon publik yang sangat beragam, bahkan ada yang bereaksi negatif dengan cibiran bahwa perusahaan-perusahaan plat merah yang selama ini banyak masalah dan membebani negara kok dianak emaskan oleh pemerintah, dibandingkan UMKM yang selama ini backbone ekonomi rakyat disaat negara mengalami turbulensi ekonomi tidak mendapat perhatian besar oleh pemerintah.

Kecurigaan semakin membesar karena publik memperkirakan bahwa dana ratusan trilyun tersebut digelontorkan hanya untuk PMN (Penyertaan Modal Negara) dan Dana Talangan ke beberapa BUMN, padahal dana Rp. 143,63 T tersebut mayoritas akan digunakan untuk membayar utang pemerintah ke BUMN yaitu sebesar 108,48 T (75%), pencairan ini sangat dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah atas piutang subsidi Pemerintah atas penugasan PSO (Public Services Obligation).

Dalam konteks pembayaran utang pemerintah ke BUMN hampir tidak ada yang memberikan penolakan, bahkan banyak yang memberikan apresiasi termasuk teman-teman saya di Komisi VI waktu Raker dengan Menteri BUMN. Demikian juga PMN yang besarannya Rp. 15.5 T (11%) relatif tidak ada yang mempersoalkan, karena skema PMN untuk BUMN akan dipergunakan untuk menjalankan pembangunan proyek strategis nasional dan membantu pemulihan sektor usaha menengah dan UMKM yang terdampak oleh Pandemi Covid-19 yang signifikan.

Bagaimana dengan Dana Talangan? Ini yang mendapat banyak sorotan dan penolakan dari berbagai kalangan termasuk dari beberapa Anggota DPR, sebab musababnya adalah Dana Talangan tidak dikenal didalam regulasi kita termasuk di dalam PP No. 23 tahun 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak ada mengatur pemberian Dana Talangan, lalu banyak yang mempertanyakan apa dong basis hukumnya untuk menjalankan skema Dana Talangan ini? Atas pertanyaan ini pada Raker Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN tanggal 9 Juni 2020, Erick Tohir menjelaskan bahwa skema Dana Talangan ini ada 2 alternatif, yaitu skema melalui bank Himbara atau SPV yang di Kementrian keuangan.

Waktu itu saya juga kaget, kenapa konsep yang belum matang kok dibawa ke Raker Komisi VI DPR RI? Idealnya pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN sudah harus membawa konsep yang matang untuk dibahas bersama-sama Komisi VI – DPR RI, baik dari sisi landasan yuridisnya beserta penjelasan-penjelasan yang kuat agar kemudian skema dana talangan tersebut dapat dijalankan secara legal. Jika dana talangan ini diteruskan tanpa basis hukum yang kuat maka akan semakin mengundang banyak praduga-praduga yang bias dari semangat dan tujuan dari pemberian dana talangan tersebut.

Jujur saya mengapresiasi akan tujuan dari pemberian dana talangan ini yaitu untuk menyelamatkan beberapa BUMN kita yang sedang sekarat, ibarat pasien Covid-19 yang harus segera diberikan ventilator agar bisa bernapas, kalau tidak potensi meninggal atau bangkrut total akan segera terjadi.

Agar polemik Skema Dana Talangan BUMN ini segera berakhir, saya menyarankan Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan agar segera memfinalisasikan skema dana talangan ini dan memastikan landasan hukum apa yang akan digunakan.

Untuk memitigasi segala resiko yang ada, pemerintah harus mengontrol penuh BUMN yang akan mendapat dana talangan. Khususnya Garuda, agar pemerintah memiliki otoritas penuh menjalankan skema penyelamatan Garuda maka perlu ada perubahan klausul pengambilan keputusan strategic di Garuda. Dengan pemerintah memiliki kontrol penuh dalam mengambil keputusan strategis, diharapkan kekuatiran adanya campur tangan pihak swasta sebagai pemilik saham minoritas dalam pengelolaan dana talangan pemerintah tidak perlu ada.

Semua proses ini harus dilakukan dengan cepat, agar penyelamatan BUMN yang sekarat ini dapat segera berjalan tanpa harus tercederai dengan mendatangkan masalah hukum dan penolakan dari kalangan luas.

Menurut saya Garuda Indonesia yang merupakan BUMN yang strategis dan merupakan duta bangsa yang menjangkau berbagai belahan dunia dan jembatan penghubung antar pulau di Indonesia. Kita tidak ingin Garuda Indonesia tinggal nama seperti Merpati, dan kita juga tidak ingin mengulang kesalahan yang dilakukan dalam penyelamatan Merpati. Jika penyelamatan Garuda dan BUMN sekarat ini berhasil tentu yang diuntungkan adalah bangsa dan negara, merah putih akan gagah mengangkasa ke seluruh dunia karena terselamatkan dengan baik atas kerja keras pemerintah dan pengawasan yang optimal dari parlemen. ***

Lamhot Sinaga adalah Anggota DPR Komisi VI yang juga Ketua DPP Partai Golkar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *