Kasus ABK Indonesia: Wa Ode Rabia Al Adawia Minta TKI Dihormati Hak-Haknya

by
Wakil Ketua BKSP DPD RI, Wa Ode Rabia Al Adawia. (Foto: Dokumentasi Humas DPD)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Beberapa hari terakhir publik Indonesia dihebohkan oleh video viral pelarungan jenazah Anak Buah Kapal (ABK) yang terjadi di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok. Video tersebut berasal dari ABK berkebangsaan Indonesia yang sedang berlabuh di Pelabuhan Busan, Korea Selatan, dan pertama kali ditayangkan oleh Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada tanggal 6 Mei 2020.

Menanggapi situasi ini, Wa Ode Rabia Al Adawia, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD RI melalui keterangan tertulisnya, Jumat (8/5/2020) menyampaikan keprihatinan sekaligus kekhawatirannya mengenai nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) yang saat ini bekerja di berbagai perusahaan asing.

“Perlindungan tenaga kerja merupakan isu penting dalam hubungan antar bangsa, jadi apabila terjadi penghilangan hak dasar pekerja kita, tentu negara harus melakukan penyelidikan atau perlindungan kepada mereka,” kata Senator anggota DPD RI dari Sulawesi Tenggara itu.

Menurut Wa Ode Rabia Al Adawia, tenaga kerja merupakan komponen penting dalam hubungan dunia industri, namun demikian hak-hak pekerja harus dipenuhi karena mereka dilindungi berbagai konvensi ketenagakerjaan internasional.

“Berdasarkan informasi yang ada, awak kapal, mendapat perlakuan tidak manusiawi, seperti minum air laut ataupun kurangnya waktu istirahat, padahal pekerjaan mereka termasuk berisiko tinggi,” lanjutnya.

Wa Ode Rabia Al Adawia juga heran dengan pemakaman jenazah ABK ke laut karena alasan dapat menularkan penyakit.

“Sudah digaji rendah, minum air laut, masak jenazahnya dibuang pula ke laut dengan alasan penyakit menular,” tegasnya yang mengaku tidak dapat menahan kegeramannya atas perlakuan kapal asing tersebut kepada awak kapal Indonesia.

Salah satu kekhawatiran terbesar Wa Ode Rabia Al Adawiya adalah peristiwa di kapal penangkap ikan tersebut merupakan fenomena gunung es, jadi tidak hanya terjadi kepada awak Long Xin 605 dan Tian Yu yang kebetulan bisa meminta pertolongan di Busan, Korea Selatan tersebut.

“Posisi awak kapal lemah, apalagi kalau lokasi pekerjaannya di lautan. Aturan tinggal aturan, tergantung perusahaan atau kapten kapal mau menjalankannya atau tidak. Jadi rentan diperlakukan tidak manusiawi,” tegas dia.

Untuk itu, Wa Ode Rabia Al Adawia berharap agar perlakuan terhadap tenaga kerja oleh perusahaan asing, baik di dalam dan di luar negeri dapat mengacu pada tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable developmen) agar hak-hak pekerja terlindungi dan daerah juga mendapat manfaat ekonomi, sosial dan budaya dalam jangka panjang.

“Indonesia memiliki potensi bonus demografi yang besar, artinya kita perlu menyiapkan akses rakyat kita ke dunia kerja seluas-luasnya. Pada sisi lain, mereka harus terlindungi agar dapat terus produktif dalam jangka panjang dan membawa know-how industri ke ekonomi kita,” tutupnya. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *