Pemerintah Segera Kelola Isu Program Kartu Prakerja agar Tak Jadi Bola Liar

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing mengatakan wacana dugaan korupsi terkait proyek Kartu Prakerja sebesar Rp5,9 Triliun yang kini mencuat di tengah penanganan virus corona atau Covid-19, masih diragukan para politisi. Bahkan, politisi pendukung pemerintah dan “oposisi”, sebagai contoh, seakan menyatu menyuarakan penolakan program yang dipercayakan kepada starup Ruangguru milik bekas Stafsus Milenia Presiden, Amandas Belva Syah Delvara yangmendesak pemerintah menghentikan pelaksanaan program tersebut.

Tak hanya PKS, yang disuarakan Kurniasih Mufidayati, salah seorang politisi PDI Peejuangan sebagai pengusung dan pendukung pemerintah, Arteria Dahlan pun melontarkan pesan mengejutkan bahwa penunjukan platform digital untuk prakerja senilai Rp5,6 triliun harus diusut.

“Mereka boleh jadi sudah ‘mencium’ ada ‘bau’ tak sedap terkait penanganan Kartu Prakerja ini,” kata Emrus dalam keterangannya yang diterima redaksi beritabuana.co, Sabtu (2/4/2020).

Oleh karena itu, menurut Emrus, pemerintah harus segera mengelola isu program Kartu Prakerja yang solutif dan tidak menjadi bola liar di tengah negeri ini menghalau penyebaran dan penanganan dampak Covid-19 dengan pendekatan manajemen krisis.

Dalam manajemen krisis ini, kata Emrus, setidaknya ada empat hal sejatinya segera dilakukan pemerintah mengelola isu program Kartu Prakerja menemukan solusi publik. Pertama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dengan CEO Ruangguru, Belva Delvara dan pimpinan vendor lainnya secara bersama-sama meminta atau melayani debat publik dengan para pihak yang menolak pelaksanaan program Kartu Prakerja.

“Untuk itu, Airlangga Hartarto, Belva Syah Delvara dan pimpinan vendor lainnya harus mempersiapkan dan menyajikan fakta, data dan bukti paripurna,” ungkapnya.

Lanjut dia, jika debat publik dilakukan, masyarakat bisa mengambil kesimpulan, bahwa program Kartu Prakerja dapat terus dilanjutkan atau dihentikan dan dananya dialokasikan ke Bansos dan atau untuk tanaman pangan sebagai langkah antisipatif mencegah kemungkinan krisis pangan sebagai dampak Covid-19, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden.

Kedua, Presiden bisa saja meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memeriksa kemungkinan terjadi penyimpangan dalam penentuan vendor dan mengaudit kewajaran pengalokasian serata penggunaan dana sebesera Rp5,6 triliun di kementerian dan delapan vendor digital terkait. Proses pemeriksaan dan audit dapat dilakukan secara maraton melibatkan sebanyak mungkin para auditor di BPKP dan bila perlu meminta bantuan auditor PNS di BPK.

“Hasil dan temuan BPKP disampaikan kepada Presiden, DPR-RI dan terutama kepada publik. Dengan hasil dan temuan ini akan lebih jelas dan terang benderang penggunaan dana Rp. 5,6 triliun tersebut,” tutur Direktur Eksekutif EmrusCorner ini.

Ketiga, Presiden bisa saja memanggil Menko Perekonomian dan para pimpinan vendor lainnya mempersentasikan bagaimana proses sesunggungnya terjadi di dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengawasan dan berbagai permasalah yang muncul serta pemecahan persoalan terkait dengan program Kartu Prakerja yang sudah menjadi perbincangan publik.

“Dari hasil presentasi, Presiden dapat menilai kesungguhan dan keterbukaan mereka dalam melaksanakan program Kartu Prakerja ” kata dia.

Keempat, Presiden membentuk tim kecil, beranggotakan tiga orang, untuk mengevaluasi semua tahapan proses belajar mengajar pelatihan lewat digital tersebut. Antara lain, mengevaluasi perumusan dan pencapaian kompetensi, pembuatan kurikulum, kualitas materi, proses pelatihan, kompetensi instruktur di bidangnya, melakukan wawancara mendalam kepada peserta didik (pelatihan) dan sebagainya

“Tim ini dari para pakar pendidikan pelatihan. Hasil temuan dan rekomendasi disampaikan kepada Presiden dan kepada masyarakat,” saran Emrus.

Jika keempat hal tersebut dilakukan, kata Emrus secara objektif, imparsial dan professional maka dapat ditemukan alternatif soluasi dan keputusan tepat dan pro publik terkait dengan program KP, yaitu (1) dilanjutkan; (2) dilanjutkan dengan perbaikan (redesain); (3) dihentikan sama sekali; (4) dihentikan.

“Jika dihentikan maka dialihkan dana Rp5,6 triliun tersebut untuk penanganan Covid-19, meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas sosial ekonomi yang belum memadai, memacu produksi tanaman pangan antisipasi kemungkinan krisis pangan,” tuturnya.

Dari empat alternatif tersebut di atas, Emrus menambahkan akan lebih bijak dan lebih berdayaguna kalau pemerintah memilih dan memutuskan melanjutkan dengan redesain sehingga lebih cocok menghalau penyebaran dan penanganan dampak Covid-19.

“Sebab, program KP yang sedang dijalankan dirancang dalam keadaan normal, sehingga sangat kurang pas diterapkan pada kondisi yang tidak normal terkait dengan situasi Covid-19,” pungkasnya. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *