Mufida: Jangan Tambah Beban Buruh, Hentikan Pembahasan RUU Cipta Kerja

by
Anggota Komisi IX DPR RI, Mufida Kurniasih berbicara dalam Forum Legislasi bertema "Perlukan UU Khusus Atasi Dampak COVID-19?" di Media Center Gedung Nusantara III DPR RI. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2020 atau dikenal dengan ‘MayDay’, kali ini bersamaan dengan kondisi ekonomi yang sangat berat. Karena itu, pemerintah jangan menambah beban buruh dengan memaksa melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnubus Lawa Cipta Kerja Omnibus (Ciptaker).

Demikian ditegaskan Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati dalam siaran persnya, Jumat (1/5//2020), menanggapi Hari Buruh Internasional yang jatuh padca hari ini.

Menurut Mufida, dalam situasi ekonomi yang sangat sulit di tengah pandemi global Covid-19 ini, seharusnya buruh diberi berbagai bantuan yang meringankan.

“Tetapi yang terjadi, para buruh justru dihadapkan pada ancaman PHK, THR tidak terbayar, pengurangan gaji dan sederet kabar buruk lainnya,” tandasnya.

Karena itu, politisi perempuan dari PKS itu pun mengingatkan pemerintah agar jangan lagi menambah beban buruh dengan tetap memaksakan pembahasan RUU Cipta Kerja. Merujuk pada program Kartu Prakerja yang kontroversial tersebut, diperkirakan ada 5,6 juta pekerja yang terdampak.

“Di Ibukota saja, Pemprov DKI Jakarta per hari ini merilis data, ada 3.921 perusahaan dengan 1.057.952 pekerja yang terdampak,” sebutnya.

Mufida menambahkan, para buruh tahun ini mengalami berderet kesulitan mulai dari PHK sampai kekurangan biaya untuk bertahan hidup. Di luar negeri, para Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga mengalami hal serupa, contohnya PMI di Malaysia.

“Jadi, tetap ngotot membahas RUU Omnibus Law jelas bukan tindakan bijak,” tandas Mufida seraya menegaskan bahwa sikap Fraksi PKS tetap pada pendirian, yakni tidak akan terlibat di Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja selama dibahas di masa pandemi.

“Ada prioritas lain yang harus dilakukan pemerintah dan DPR selama masa pandemi ini. Bukan dengan mencari kesempatan demi lolosnya RUU Cipta Kerja yang ditentang teman-teman buruh,” tegasnya lagi.

Refleksi Hari Buruh, lanjut Mufida, mendudukan buruh sebagai komponen yang sejajar dengan pemerintah dan pengusaha dalam mengambil kebijakan, bukan subordinat.

Mufida menyebut langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja sebagai hal baik. Namun, menurutnya hal itu belum cukup.

“Ada sedikit aspirasi yang didengar, kita apresiasi. Tapi itu belum cukup. RUU Cipta Kerja ini kompleks, saling terhubung dengan banyak UU dan pembahasannya harus komprehensif. Jika Pak Jokowi tulus mendengarkan suara teman-teman buruh, bukan hanya klaster ketenagakerjaan yang dihentikan pembahasannya, tapi semua,” katanya.

Karena itu, Mufida tetap meminta semua pihak untuk saling menguatkan pada masa kesulitan ekonomi saat ini termasuk kawan-kawan pekerja. Pemerintah, kata dia, juga perlu terus diingatkan, bahwa buruh bukan hanya mereka yang bekerja di pabrik.

“Juga bukan hanya driver ojol. Buruh adalah semua pekerja. Hak-hak mereka sama. Jadi mari semua pihak saling menguatkan melalui masa sulit ini. Terakhir kepada semua kawan-kawan pekerja dan buruh, Selamat Hari Buruh,” pungkas Mufida. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *