Menakar Kebijakan Pelonggaran Moneter (Quantitative Easing) dalam Masa Krisis

by
Kebijakan moneter.

Sejak tahun 2013 hingga tahun 2019, pertumbuhan uang beredar (M2) di indonesia mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Pada bulan Oktober 2013, Uang Beredar Luas (M2) di Indonesia berjumlah Rp 3.576,3 Trilliun. Pada Bulan Oktober 2019, Jumlahnya sdh mencapai Rp 6.026,9 Trilliun. Sepanjang kurun itu terdapat penambahan Uang Beredar Luas (M2) sebesar Rp 2.450,6 Trilliun.

Selama kurun itu pula, antara 2103-2019, pertumbuhan PDB rerata dikisaran 5-5,2%. Pertumbuhan inflasi pun demikian. Tercatat, setelah tahun 2013 dimana inflasi (YoY) tumbuh tinggi 8,36%, memasuki tahun 2015 hingga 2019, inflasi masing-masing 3,35% (2015), 3,02% (2016), 3,61% (2017) 3,13% (2018) 2,72% (2019).

Dapat dikatakan, sepanjang tahun 2013-2019, pertumbuhan jumlah Uang Beredar Luas menunjukkan korelasi positif dengan tugas pokok BI dalam mengendalikan inflasi tanpa menimbulkan kontraksi berlebihan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kesemua itu terjadi dalam situasi yang relatif normal, tanpa suatu krisis berskala besar baik secara global maupun domestik.

Patut pula dicatat,Pertambahan jumlah uang beredar sebesar Rp2.450,6 Trilliun itu merupakan gambaran kumulatif dalam kurun waktu tahun 2013 hingga tahun 2019. Yang sudah tentu didalam perkembangan bulanannya mengalami dinamika naik-turun.

Secara teori, suatu kebijakan QE bisa saja dilakukan manakala terjadi deflasi persisten dalam perekonomian. Seperti yang dilakukan oleh Bank of Japan (BoJ) sepanjang kurun 90-an hingga 2000-an. BoJ adalah pelopor kebijakan QE di era paska 70-an. Uniknya, kebijakan yang ditujukan untuk merangsang perekonomian dengan mendorong inflasi ini ternyata tidak terlalu signifikan dalam menciptakan efek inflatoir bagi perekonomian Jepang. Alih-alih perekonomian Jepang terjebak dalam stagflasi (keadaan inflasi yang datar) berkepanjangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *