BERITABUANA.CO, JAKARTA – Fenomena munculnya sekelompok pemuda yang menamakan diri mereka dengan ‘Anarko’, secara umum dapat disebut sebagai bentuk kejahatan yang berbasis pada pencarian jati diri pada diri anak-anak muda itu. Mereka dengan mudah meniru trend kejahatan yang berkembang dinegara-negara lain karena memang kita sedang hidup di era yang serba kompleks.
Pendapat ini disampaikan Dr. Sidratahta Mukhtar, Dosen Pascasarjana Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI, melalui keterangan persnya, Senin (13/4/2020).
Menurut Sidratha, ada dua hal yang perlu dipahami fenomena kejahatan baru itu. Pertama, secara teoritik fenomena anarko itu sebagai tindakan vandalism adalah juvenile delinquency.
Kedua, apabila kejahatan anak muda itu disertai dengan bentuk kejahatan lain seperti narkoba, senjata tajam, senjata api,maka dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Yang perlu dihadapi secara bersama-sama baik oleh Polda Metro Jaya maupun atas dukungan masyarakat sipil.
Karena itu, lanjut Dosen Program Doktor PTIK dan Dosen tetap Ilmu Politik UKI itu, sudah benar langkah preventif dan responsif Polda Metro Jaya yang dengan cepat mencegah eksklasi vandalisme ini. Sebab kalau tidak akan merembet ke trend kejahatan baru yang diinspirasi dari Anarko sebagai identitas baru kejahatan dikalangan anak muda.
“Artinya tindakan preventif Polda juga menyelamatkan masa depan kaum muda Indonesia yang jumlahnya banyak, lebih dari 90 juta orang. Jika tidak, ini berbahaya,” katanya.
Untuk itu, masih menurut Sidratha, perlu kolaborasi yang maksimal dengan melibatkan, tepatnya wadah institusi sosial kepemudaan dan lainnya.
“Ini nggak main-main ditengah kita bersama sama mengatasi Covid 19 ini, mereka (kaum vandalis) masih sempat mengkreasi jenis kekerasan baru,” ujarnya.
Apalagi, sambung dia, kreasi anarko ini dilakukan timely disaat ada potensi kesenjangan sosial kalangan atas (kaya) dan bawah (miskin) sebagai imbas dari Covid 19. Oleh karenanya selain pendekatan hukum dan policing juga perlu pendekatan sosial budaya, dengan memanfaatkan potensi masyarakat di tempat terjadinya fandalisme tersebut.
“Secara konseptual, vandalisme ini adalah interpretasi terhadap fakta sosial yang dianggap sebagai sebuah ketidakadilan bagi mereka lower class culture, sehingga membutuhkan upaya dekonstruksi pemaknaan tersebut itu pada mereka dan kepada anak anak muda lainnya,” katanya.
Sidratha mengatakan, aparatur negara terutama Polri perlu menghindari labelling dan stereotyping terhadap pelaku, karena berpotensi menurunkan marwah negara. Dengan kata lain, perlu pendekatan budaya dan kearifan dari Polda Metro Jaya dengan misalnya menyertakan elemen masyarakat agar aksi vandalisme ini tak menimbulkan kesan bahwa pelaku anarko itu tak wakili siapa-siapa, tetapi hanya sebuah kreasi kejahatan baru yang ingin diviralkan.
“Mari dukung tindakan preventif dan gakkum Polda Metro Jaya menghadapi ini ditengah Polri fokus mengamankan kebijakan pemerintah dalam rangka PSBB,” ajaknya.
Seperti diketahui, pada Jumat dan Sabtu kemarin, Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Satreskrim Polres Metro Tangerang telah menangkap 5 pemuda yang menamakan diriya ‘Anarko’ pelaku vandalisme dengan menggunakan cat Pilox. Bahkan, kelompok ini juga sudah merencanakan aksi pada 18 April 2020, untuk melakukan aksi vandalisme mengajak membakar dan penjarahan. (Kds)