Nico, Politisi yang Sukses Membesarkan PDI

by
Nico Daryanto, politisi PDI.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Nico Daryanto meninggal dunia, pada Kamis (9/4/2020) malam, diusia 82 tahun karena penyakit jantung. Kiprahnya di pentas politik memang tidak terlalu menonjol seperti kader lainnya, misalnya Soerjadi, yang menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1986 – 1993.

Tapi patut dicatat, pada periode Soerjadi – Nico memimpin PDI, kursi partai ini di parlemen bertambah dalam dua kali pemilu. Pada pemilu 1987, PDI meraih 40 kursi , kemudian pada pemilu 1992 , kursi PDI di DPR bertambah menjadi 52 kursi. Pada hal, pada pemilu 1977, partai ini hanya berhasil meraih 28 kursi.
Catatan lain yang menarik di era Soerjadi – Nico adalah masuknya Megawati Soekarnoputri bersama suaminya Taufiq Kiemas ke PDI, dan terpilih menjadi anggota DPR pada pemilu 1987 dan 1992 tersebut. Pada pemilu 1992 itu juga, adik kandung Megawati, yaitu Guruh Soekarnoputra ikut bergabung dan terpilih menjadi anggota DPR. Tak berlebihan jika disebut, Soerjadi – Nico Daryanto punya andil dalam debut politik Megawati Soekarnoputri.

Seperti halnya dengan Soerjadi, Nico Daryanto bukan lah tokoh yang diperhitungkan pada saat berlangsungnya Kongres III Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur tahun 1986. ‘Boro-boro’ diperhitungkan, Nico sama sekali belum lah dikenal oleh para politisi banteng pada masa itu. Ketika itu yang menjadi sentral masih senior-senior partai dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI dan Murba.

Tetapi siapa yang menyangka jika DPP PDI periode 1986 – 1993 dipimpin duet Soerjadi – Nico Daryanto? Ini lah riwayat keterlibatan Nico dalam partai banteng sampai berakhir pada tahun 1993 itu. Dia menjabat Sekjen mendampingi Soerjadi sebagai ketua umum.

Seperti diketahui, pelaksanaan Kongres III PDI tersebut sama dengan pelaksanaan kongres I dan II, diwarnai konflik internal hingga mengundang intervensi pemerintah. Selalu gagal di dalam memilih ketua umumnya. PDI seperti ditakdirkan dirundung pertikaian sejak PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKi dan Murba melebur atau berfusi di tahun 1973. Karena gagal memilih ketua umumnya, maka kongres sepakat menyerahkan nasib PDI ke pemerintah dalam hal ini menyusun kepengurusan DPP PDI periode 1986 – 1993. Menteri Dalam Negeri Letjen ABRI Soepardjo Rustam saat itu mendapat masukan dari tokoh-tokoh PDI, dalam penyusunan pengurus DPP PDI.

Menurut aktivis politik Paulus Londo, banyak yang tidak menyangka ketika Soerjadi dan Nico Daryanto yang ditunjuk menjadi Ketua Umum dan Sekjen DPP PDI. “Pada terkejut, karena Soerjadi tak pernah masuk dalam hitungan. Apalagi Pak Nico, dia bukan siapa-siapa dalam perpolitikan PDI ketika itu,” kata Londo yang dihubungi beritabuana.co, Minggu (12/4/2020).

Informasi yang pernah diterima beritabuana.co, menyebut, Soerjadi yang merupakan jebolan Universitas Gajah Mada (UGM), saat kongres di asrama haji Pondok Gede itu, sudah muncul disana, tetapi bukan sebagai peserta, kecuali hanya “penggembira”. Berbeda dengan Nico, kiprah Soerjadi memang sedikit diatas, karena dia adalah tokoh dan pernah memimpin organisasi kemahasiswaan yang berkiblat ke PNI yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMN).

Sementara kata Londo, Nico Daryanto tidak ada background seperti Soerjadi. “Dia memang seorang tokoh Katolik, tetapi tidak ikut di Partai Katolik, sebelumnya Pak Nico adalah seorang pengusaha yang bergerak di industri kimia,” kata Londo.

Patut dicatat tambah Londo, Nico tak pernah berambisi menjadi anggota DPR RI. Dua kali pemilu, tetapi dia tidak mau mencalonkan diri. Nico mau fokus 100 persen mengurus PDI dari pada menjadi anggota DPR.

Kini keduanya telah berpulang. Soerjadi meninggal dunia pada tahun 2016, dan Nico Daryanto meninggal Kamis lalu. Menurut Londo, Soerjadi dan Nico patut dikenang, karena mereka berdua sudah bekerja keras membangun PDI sebagai partai wong cilik. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *