ST Nomor 1100 Kapolri Memiliki Legitimasi Sah Atas Proses Penghinaan Presiden

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA- Guru Besar Universitas Krisnadwipayana Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji mengatakan bahwa Surat Telegram (ST) Kapolri Nomor 1100 memang implementasi penegakan hukum terhadap perkembangan situasi serta opini di Ruang Siber antara lain terhadap penghinaan kepada Penguasa/Presiden dan Pejabat Pemerintah.

“Tentunya ini dalam konteks pelaksanaan Kepres No.11/2020, PP No 21/2020 dan Perppu No 1/2020 kesemuanya dalam rangka pencegahan penyebaran wabah Covid 19,” kata Indriyanto lewat keterangannya, Jumat (10/4/2020).

Diketahui, ST ini mendapat kritikan dari Prof. Jimly Asshiddiqie dan Prof. Azyumardi Azra bahwa pasal penghinaan presiden surah dicabut oleh MK dan penerapan masalah penghinaan terhadap Presiden ini membuat kualitas demokrasi Indonesia kian merosot.

Pertanyaannya, lanjut Indriyanto, apa benar Kapolri telah keliru terhadap ST Nomor 1100?. “Bagi saya ST Kapolri memang benar dan memiliki legitimasi yang sah. Kebebasan berpendapat itu dijamin konstitusi, tapi haruslah dipahami bahwa suatu kebebasan berpendapat tidak pernah berlaku absolut, tapi ada batas-batasnya, ada limitasi restriktif, baik secara hukum dengan regulasi (UU ITE-KUHP), doktrin/ilmu hukum maupun yurisprudensi, pula restriksi etika sosial,” tuturnya.

Tentunya, penerbitan ST No 1100 memang dipahami dan penuh kesadaran bahwa pasal 134 KUHP, pasal 136 bis dan pasal 137 ayat 1 tentang penghinaan terhadap Presiden telah dinyatakan inkonstitutional oleh Put MK No : 013-022-PUU-IV/2006, tapi Bab VIII (Kejahatan terhadapPenguasa Umum) pasal 207 KUHP tetap mengatur Penghinaan terhadap penguasa (Plpejabat) dan Blbadan umum (Kementerian/Lembaga Negara) yang tidak dalam pemahaman delik aduan, tapi delik biasa.

Juga pasal 27 UU ITE yang mengatur penghinaan (men Put MK harus diartikan sebagai delik aduan) yang diberlakukan kepada siapapun yang melanggar pasal tersebut.

“Penghinaan yang dilarang pada pasal 207 KUHP adalah bentuk ‘Formeele Belediging’. Suatu pernyataan yang diutarakan secara kasar, tidak sopan, tidak konstruktif, tidak obyektif dan tak zakelijk sifatnya.Sistem Anglo Saxon diatur juga pemidanaan terhadap Libel (tertulis) dan Slander (lisan) sebagai Defamatory Statement) yang bisa juga dipidana,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kritik menjadi penghinaan formil bila dilakukan dengan cara-cara tersebut yakni secara kasar, tidak sopan, tidak konstruktif, tidak obyektif dan tidak zakelijk sifatnya dan ini universal sifanya .

“Penghinaan formil pasal 207 KUHP inilah yg menjadi basis legitimatif bagi Kapolri untuk melakukan penindakan kepada siapapun yang melakukan penghinaan formil kepada penguasa umum, termasuk Presiden,” jelasnya.

“Haruslah adanya pemahaman yang diferensial antara jaminan konstitusional atas pernyataan sebagai kebebasan berpendapat dengan pernyataan dalam format penghinaan formil yang strafbaar dan universal sifatnya,” sambungnya.

Menurutnya, Facet Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana membenarkan bahwa hukum memberi perlindungan terhadap simbol kenegaraan dari segala perbuatan melanggar hukum, termasuk penghinaan terhadap Presiden sebagai simbol kekuasaan negara.

“Jadi, benar dan sudah tepat secara hukum bahwa ST Kapolri memiliki legalitas untuk dapat memproses kasus penghinaan terhadap Penguasa/Badan Penguasa, termasuk penghinaan kepada Presiden sepanjang bentuknya Penghinaan Formil,” tegasnya.

Misalnya ‘Penghinaan Formil : A nyatakan, Kebijakan Presiden tentang PSBB tidak tepat dan membingungkan masyarakat. Presiden bodoh, goblog sekali. Tetapi, kalau A katakan, Kebijakan Presiden tentang PSBB ini tidak tepat sasaran dan membingungkan publik. “Ini tidak dapat dikatakan sebagai Penghinaan Formil,” tutupnya. (006).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *