BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, meminta seluruh kementerian dan lembaga memastikan setiap kebijakan yang diterbitkan menciptakan nilai tambah ekonomi dan selaras dengan agenda pembangunan nasional.
Ia mengingatkan, pertumbuhan ekonomi berpotensi stagnan jika regulasi antar-kementerian saling bertentangan.
Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu, Dolfie menekankan bahwa 75 persen sektor ekonomi berada di bawah kewenangan kementerian teknis. Karena itu, kementerian tidak cukup hanya membelanjakan APBN, tetapi juga harus menghasilkan kebijakan yang memperkuat sektor.
“Kalau kementerian/lembaga hanya membelanjakan APBN tanpa kebijakan yang mendorong nilai tambah, pertumbuhan tidak akan bergerak. Kementerian harus berani membuat terobosan yang memperkuat sektor yang mereka pimpin,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar kementerian/lembaga tidak menerbitkan regulasi yang tumpang tindih dan mengganggu stabilitas kebijakan ekonomi nasional. “Diperlukan kebijakan dengan logical framework pemerintah,” sambung Dolfie dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).
Polemik PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes: Ancaman terhadap Penerimaan Negara
Sorotan Komisi XI DPR RI menguat setelah muncul polemik terkait kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diundangkan dalam PP 28/2024 dan aturan turunannya, yaitu Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Regulasi ini dinilai berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi jika tidak disertai mitigasi dan strategi fiskal yang matang. Pemerintah diminta menyiapkan alternatif untuk mengantisipasi dampak terhadap penerimaan cukai.
Regulasi yang tumpang tindih bukan hanya menurunkan pemasukan negara, tetapi juga menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Karena itu, regulasi teknis harus sejalan dengan arah kebijakan ekonomi nasional.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun, menyampaikan kekhawatirannya bahwa PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes dapat melemahkan kedaulatan kebijakan nasional. Ia menyoroti besarnya kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) terhadap penerimaan negara.
“Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah menyiapkan strategi pengganti penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp300 triliun dari industri hasil tembakau ini?” kata Misbakhun beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan bahwa industri hasil tembakau merupakan tulang punggung ekonomi rakyat di berbagai daerah.
“Ini soal amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” pungkasnya. (Jim)







