Data BPJS Perlu Disempurnakan Secara Menyeluruh, Rieke: Mencegah Kebocoran Anggaran

by
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka. (Foto: KWP)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini harus dilakukan guna mencegah kebocoran anggaran dan salah sasaran dalam penyaluran bantuan iuran.

Tanpa perbaikan metodologi dan pengawasan yang ketat, jelas Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, program jaminan sosial nasional bisa menyimpang dari cita-cita konstitusi.

Rieke mengemukakan itu dalam forum Dialektika Demokrasi bertema “Optimalisasi Perlindungan Jaminan Kesehatan bagi Insan Pers” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/11).

Rieke menyatakan keprihatinannya terhadap dugaan ketidaksesuaian data penerima Penerima Bantuan Iuran (PBI). Menurutnya, hasil evaluasi menunjukkan adanya potensi 51,5 juta peserta fiktif dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp126 triliun per tahun.

“Kalau datanya tidak benar, negara harus mengeluarkan uang untuk peserta fiktif. Ini bukan angka kecil. Jangan sampai uang rakyat berantakan hanya karena data yang tidak akurat,” ujar Rieke.

Rieke juga menyoroti lemahnya mekanisme transisi bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan. Berdasarkan regulasi, peserta BPJS yang terkena PHK seharusnya mendapatkan pembebasan iuran selama enam bulan, namun banyak di antara mereka belum otomatis masuk dalam kategori penerima bantuan iuran.

Rieke juga menekankan peran penting media dalam mengawal kebijakan publik, khususnya di bidang jaminan sosial.

Ia mengenang perjuangan panjang pembentukan BPJS pada 2011 yang menurutnya tak lepas dari dukungan insan pers.

“Kalau tidak ada media, undang-undang BPJS tidak akan lahir. Waktu itu kami bahkan membentuk jaringan pewarta pejuang, bukan hanya kuli tinta, untuk memperjuangkan jaminan sosial,” ungkapnya.

Rieke juga mengapresiasi komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat sistem jaminan sosial sebagaimana diamanatkan UUD 1945.

Namun, ia mengingatkan bahwa rencana pemutihan data BPJS harus disertai pembenahan metodologi dan dasar hukum yang kuat.

“Pemutihan tidak akan berjalan baik tanpa perbaikan metodologi. BPJS dan Kementerian Keuangan tidak bisa bergerak tanpa dasar hukum yang jelas, seperti Instruksi Presiden atau keputusan menteri,” tegasnya.

Rieke mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran tambahan Rp400 miliar pada 2025 serta alokasi Rp6 triliun pada 2026 untuk memperkuat sistem data dan pengawasan BPJS.

Ia berharap Komisi IX DPR RI dapat mengawal proses tersebut agar program benar-benar tepat sasaran.

“Kami berharap semua pihak menjaga integritas data negara, terutama yang menyangkut hak rakyat miskin atas jaminan sosial. Saya tidak takut apa pun, kecuali jika data rakyat dipermainkan dan uang negara kembali berantakan. Mari kita kawal bersama,” pungkas Rieke.

Kesenjangan Layanan

Sementara rekan separtainya dari Komisi IX DPR RI, Edi Wuryanto, menyoroti masih adanya kesenjangan layanan antara daerah perkotaan dan wilayah tertinggal.

Ia menekankan perlunya penguatan sistem jaminan sosial nasional, khususnya BPJS Kesehatan, agar benar-benar mewujudkan prinsip “sehat untuk semua.” Padahal, dalam amanat konstitusi telah ditegaskan bahwa pemerataan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.

“Pasal 28 UUD 1945 jelas menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan. Itu artinya, setiap penduduk wajib menjadi peserta BPJS agar tidak kehilangan akses terhadap pelayanan kesehatan,” ujar Edi

Menurutnya, meski tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 90 persen, hanya sekitar 70 persen yang masih aktif. Kondisi ini menunjukkan masih ada 20–30 persen masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. “Itu menjadi tanggung jawab negara untuk memastikan mereka kembali aktif,” tegasnya.

Edi menjelaskan, salah satu tantangan utama BPJS Kesehatan saat ini adalah keseimbangan antara pembiayaan dan kualitas layanan. Dengan iuran yang relatif murah dan konsep gotong royong, BPJS menghadapi tekanan finansial, terbukti dari rasio klaim yang kini mencapai 108 persen. (Tim)