Intip Isi Proposal Trump Terkait Rencana Gencatan Senjata dan Masa Depan Gaza

by
Presiden AS Donald Trump. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, WASHINGTON – Israel dan kelompok Hamas dilaporkan telah menyepakati kerangka awal dari sebuah proposal perdamaian yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dalam upaya mengakhiri perang yang telah berlangsung selama dua tahun. Kesepakatan ini, yang berfokus pada pertukaran tahanan dan penarikan tentara, juga mengatur jalan menuju demiliterisasi dan rekonstruksi Jalur Gaza, meski masa depan politik Hamas masih menjadi titik pertanyaan kritis.

Dalam kesepakatan awal yang dibocorkan kepada media, Kamis (9/10/2025) waktu setempat, Hamas berkomitmen untuk memulangkan seluruh 48 sandera yang masih ditahannya—diperkirakan sekitar 20 orang di antaranya masih hidup. Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina, menarik pasukannya dari Gaza ke garis batas yang telah disepakati, dan mengizinkan bantuan kemanusiaan signifikan masuk ke wilayah yang telah hancur tersebut.

Meski menyetujui pembebasan sandera, sumber yang terlibat dalam negosiasi menyatakan bahwa Hamas belum memberikan penilaian resmi terhadap aspek-aspek lain dari rencana 20 poin Trump, yang telah diterima oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Pada intinya, proposal tersebut membayangkan sebuah skenario yang selama ini ditolak keras oleh Hamas: menyerahkan kekuasaan.

Jalan Berliku Menuju Perdamaian

Dokumen rencana tersebut menguraikan dua jalur, yang sangat bergantung pada keputusan akhir Hamas. Dalam skenario paling ambisius, Hamas setuju untuk sepenuhnya melucuti senjata dan menyerahkan semua kekuasaan di Jalur Gaza yang telah dikuasainya sejak 2007.

Langkah ini akan mempercepat berakhirnya operasi militer Israel, memulai transisi yang diawasi pasukan perdamaian internasional, dan memungkinkan rekonstruksi besar-besaran. Namun, jika Hamas menolak untuk menyerah, rencana cadangan yang kurang spesifik mengisyaratkan bahwa langkah-langkah rekonstruksi dan stabilisasi akan dilanjutkan di area-area di Gaza yang telah “dibersihkan” dari unsur-unsur militan kelompok tersebut.

Apa yang Dijanjikan untuk Israel dan Warga Gaza?

Bagi Israel, proposal ini menuntut demiliterisasi penuh Gaza di bawah pengawasan pemantau independen, dengan tujuan utama memastikan ancaman keamanan dari wilayah tersebut tidak terulang. Perang saat ini dipicu oleh serangan mematikan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Sementara bagi warga Palestina di Gaza, rencana ini menjanjikan hal-hal mendasar: penghentian operasi militer Israel yang telah menewaskan lebih dari 66.000 orang menurut Kementerian Kesehatan setempat (yang dikelola Hamas), serta pengiriman “bantuan penuh” segera ke wilayah yang sebagiannya mengalami kelaparan menurut PBB.

Rencana ini juga menjamin rekonstruksi Gaza, penarikan tentara Israel secara bertahap tanpa aneksasi atau pendudukan permanen, serta kebebasan bagi warga Gaza untuk tetap tinggal atau bepergian—sebuah janji yang penting mengingat sebelumnya Trump sempat mengusulkan ide kontroversial untuk mengosongkan Gaza dan mengubahnya menjadi resor.

Masa Depan Hamas dan Tata Kelola Gaza

Masa depan Hamas digambarkan suram dalam proposal ini. Dalam skenario ideal, kelompok itu tidak akan lagi memegang peran pemerintahan “baik secara langsung, tidak langsung, maupun dalam bentuk apa pun.” Anggotanya bisa mendapat amnesti jika berkomitmen pada perdamaian dan menyerahkan senjata, dengan opsi untuk pindah ke negara lain dengan jaminan keamanan.

Stabilitas keamanan di Gaza kelak akan dipegang oleh sebuah Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) baru, yang dibentuk AS bersama negara-negara Arab. ISF ini akan mengambil alih kendali keamanan dari Israel secara bertahap dan melatih kepolisian lokal baru.

Untuk tata kelola, sebuah komite sementara yang terdiri dari teknokrat Palestina dan internasional akan dibentuk untuk menjalankan pemerintahan. Komite ini akan diawasi oleh dewan internasional yang, menurut dokumen, akan dipimpin oleh Trump sendiri dan melibatkan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Dewan inilah yang akan mengelola dana rekonstruksi miliaran dolar, meski detail pendanaannya masih samar.

Soal Negara Palestina

Pada akhirnya, rencana ini hanya menyentuh aspirasi kedaulatan Palestina secara samar. Dokumen tersebut mengakui bahwa berdirinya negara adalah cita-cita rakyat Palestina, dan membuka kemungkinan bahwa kondisi yang tercipta pasca-kesepakatan dapat membuka “jalur yang kredibel” untuk mencapainya di masa depan, tanpa memberikan jaminan atau timeline yang jelas. (Red)