Oleh: RA. Jeni Suryanti, Ketua Umum Alumni SMA Jakarta Bersatu (ASJB)
TAHUN ajaran baru 2025–2026 segera dimulai. Seperti biasa, momen ini membawa harapan baru bagi siswa, orang tua, guru, dan seluruh masyarakat. Namun, harapan saja tidak cukup. Kita membutuhkan sistem pendidikan yang lebih berkualitas dan komprehensif, yang tidak hanya berorientasi pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan manusia seutuhnya.
Sebagai Ketua Umum Alumni SMA Jakarta Bersatu (ASJB), saya menekankan bahwa fungsi sekolah hari ini tidak boleh lagi sebatas tempat transfer ilmu. Sekolah harus menjadi ruang yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan karakter, akhlak, serta integritas generasi penerus bangsa.
Sayangnya, realita di lapangan masih jauh dari harapan. Kasus perundungan, kekerasan verbal, diskriminasi, hingga pelecehan masih terus terjadi di lingkungan sekolah. Tak sedikit siswa yang mengalami tekanan psikologis akibat lingkungan belajar yang tidak sehat, sementara sistem pengawasan dan penanganannya masih belum optimal. Ini bukan hanya mencederai dunia pendidikan, tapi juga berisiko merusak masa depan anak-anak kita.
Tantangan semakin kompleks ketika kita melihat pengaruh negatif media sosial, budaya kekerasan, serta lemahnya pendidikan karakter baik di rumah maupun di sekolah. Semua ini menuntut respons yang serius dan sistemik.
Dalam konteks ini, pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) oleh DPR RI dan pemerintah menjadi sangat strategis. Kami di ASJB berharap RUU ini tidak sekadar merombak struktur kelembagaan pendidikan, tetapi mampu menghadirkan sistem yang benar-benar berpihak pada perlindungan siswa, menciptakan iklim belajar yang positif, dan menempatkan pendidikan karakter sebagai fondasi utama dalam kurikulum nasional.
Kami juga mendorong lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memperluas mandat dan pengawasannya. Fokus tak bisa lagi hanya pada kekerasan fisik. Perundungan psikologis, kerusakan moral, dan penyimpangan perilaku remaja harus menjadi perhatian serius. KPAI, bersama sekolah, pemerintah, dan masyarakat, perlu hadir secara aktif, solutif, dan kolaboratif.
Pendidikan seharusnya memberi dampak positif yang menyeluruh—bukan hanya mencetak lulusan berijazah, tapi juga pribadi yang matang secara moral, sosial, dan emosional. Pendidikan yang baik berkontribusi pada pembangunan karakter, peningkatan peluang kerja, pemberdayaan individu, serta terciptanya masyarakat yang lebih adil dan harmonis. Karena itu, peningkatan kualitas guru mutlak diperlukan. Guru adalah pilar utama dalam proses pembentukan karakter siswa.
Di sisi lain, pendidikan juga harus membumi. Pendekatan berbasis budaya dan lingkungan menjadi penting agar siswa memiliki kesadaran dan keterampilan untuk berkontribusi pada komunitasnya setelah lulus. Mereka tidak hanya siap bekerja, tapi juga siap membangun.
Sebagai alumni, kami di ASJB merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian. Alumni bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan potensi strategis masa kini. Kami siap terlibat dalam program mentoring, penguatan soft skill, dan pengembangan kepemimpinan bagi siswa. Kolaborasi lintas generasi adalah kunci untuk membangun ekosistem pendidikan yang lebih kokoh.
Tahun ajaran baru ini adalah momentum penting. Mari kita maknai sebagai titik awal perubahan, menuju sekolah yang benar-benar menjadi rumah kedua yang aman, membangun, dan bermartabat bagi setiap anak Indonesia. ***