Soal SE Menaker, Ketua DPR RI Sebut Perlu Ada Pengawasan dan Sanksi

by
Ketua DPR RI Puan Maharani. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan perlu pengawasan dan mengatur sanksi tegas sebagai pelengkap Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK .04.00/V/2025 yang melarang perusahaan menahan ijazah dan dokumen pribadi milik karyawan.

Kata dia, jangan sampai SE yang diterbitkan itu hanya sebagai dokumen mati bila tidak ada sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggarnya.

“Kalau hanya berhenti di edaran (larangan), tanpa pengawasan dan sanksi tegas, ini akan jadi dokumen mati,” kata Puan, dalam siaran pers, Jumat (23/5/2025).

Untuk pengawasan, ia mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bersama dinas ketenagakerjaan daerah segera melakukan sidak terhadap perusahaan-perusahaan yang masih melakukan praktik penahanan ijazah, khususnya di kawasan industri dan zona padat buruh.

Penahanan dokumen seringkali terjadi pada sektor-sektor dengan pekerja berpendidikan menengah ke bawah, termasuk buruh pabrik, pekerja migran, dan tenaga kerja kontrak.

Menurut Puan, DPR akan meminta laporan secara berkala dari Kemenaker, mengingat pekerja maupun buruh adalah warga negara yang punya hak atas keadilan, mobilitas sosial, dan perlindungan hukum.

“DPR RI melalui Komisi terkait juga akan meminta Kemenaker untuk terus menyampaikan laporan berkala soal implementasinya. Jika negara membiarkan praktik penahanan dokumen pekerja terjadi, artinya negara tidak menjamin hak-hak pekerja yang merupakan amanat konstitusi,” tutur Puan.

Sikap Puan ini jelas, yaitu tak ingin relasi kerja diwarnai dengan praktik kunci gembok psikologis semacam ini. Dalam banyak kasus, buruh dipaksa menyerahkan ijazah sebagai syarat bekerja tanpa adanya kejelasan perjanjian atau perlindungan hukum.

“Jangan lagi biarkan relasi kerja diwarnai praktik kunci gembok psikologis semacam ini. Kalau pekerja tidak punya akses ke dokumen pribadinya sendiri, bagaimana mereka bisa berpindah kerja, naik jenjang karier, atau bahkan sekadar mencari keadilan?” ujar dia.

Seperti diketahui, lewat SE yang ditanda tangani oleh Menteri Tenaga Kerja itu, maka pemerintah melarang perusahaan menahan dokumen pribadi pekerja seperti sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan buku pemilik kendaraan bermotor. Pembuat kebijakan meminta para pemilik usaha tidak menghambat karyawannya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

Aturan ini juga mengingatkan agar para pekerja benar-benar membaca surat perjanjian kerja ketika ingin memulai bekerja, khususnya yang menyaratkan ijazah atau dokumen pribadi untuk ditahan. (Asim)