KPAI Dorong Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital

by
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan. (Foto: Asim)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kawiyan, menyoroti pentingnya regulasi yang efektif dalam melindungi anak-anak dari dampak negatif internet.

Hal ini disampaikan dalam Forum Legislasi bertajuk “Mendorong Efektivitas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Akses Internet Terhadap Anak” di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Dalam forum tersebut, Kawiyan mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE). Draft regulasi ini sebenarnya telah diproses selama setahun dan hampir disahkan, namun tertunda karena pergantian pemerintahan serta perubahan nomenklatur kementerian.

“Kami melihat ada urgensi dalam menghadirkan regulasi yang melindungi anak-anak di ranah digital. Presiden Prabowo sendiri telah memberikan perhatian terhadap isu ini dengan memberikan mandat kepada Menteri Komunikasi dan Digital untuk menyusun aturan yang lebih komprehensif,” ujar Kawiyan.

Ia juga menekankan bahwa meskipun internet memiliki banyak manfaat bagi anak-anak, seperti akses komunikasi, informasi, edukasi, hingga kreativitas dan bisnis, dampak negatifnya juga sangat besar. Salah satu ancaman terbesar adalah predator digital yang mengincar anak-anak.

“Indonesia saat ini menempati peringkat kedua di ASEAN dan keempat di dunia dalam hal konten pornografi. Jika tidak ada regulasi yang memadai, anak-anak akan semakin rentan menjadi korban eksploitasi digital,” tambahnya.

Selain itu, Kawiyan mengungkapkan bahwa ada kasus kekerasan seksual di ranah digital yang melibatkan anak laki-laki sebagai korban dengan pelaku sesama jenis. Salah satu kasus mencuat di Polresta Bandara Soekarno-Hatta, di mana delapan anak laki-laki berusia 12 hingga 17 tahun menjadi korban eksploitasi seksual yang bermula dari interaksi di media sosial.

Dalam rancangan regulasi yang sedang dibahas, salah satu poin utama adalah pembatasan usia anak dalam memiliki akun media sosial. Usulan yang tengah mengerucut adalah menetapkan batas usia minimal 13 hingga 17 tahun. Selain itu, platform media sosial wajib meminta konfirmasi dari orang tua sebelum anak yang belum cukup umur dapat membuat akun.

“Jika orang tua tidak memberikan konfirmasi, maka permohonan pembuatan akun akan batal secara otomatis,” jelas Kawiyan.

Regulasi ini juga akan mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) dan platform media sosial untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama orang tua. Tujuannya agar mereka dapat lebih memahami risiko serta dampak negatif media sosial terhadap anak-anak.

“Kita masih melihat banyak orang tua yang memberikan gawai kepada anak-anak tanpa pengawasan, sekadar agar anak diam dan tidak rewel. Ini yang harus diubah melalui edukasi dan literasi digital yang lebih luas,” tutupnya.

Diharapkan dengan adanya regulasi ini, anak-anak dapat lebih terlindungi dari ancaman di ranah digital, sementara hak mereka untuk berkreasi dan berkomunikasi tetap terjamin dalam batas yang aman. (Asim)