
Oleh: Zidan Adam, S.I.Kom.*
BADAN Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI memegang peran strategis dalam diplomasi internasional Indonesia. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas hubungan parlementer dengan negara lain, BKSAP seharusnya menjadi garda terdepan dalam diplomasi parlemen yang netral dan profesional, tanpa terpengaruh oleh dinamika politik domestik. Namun, muncul kekhawatiran bahwa kepentingan partisan dapat mengaburkan fungsi utama badan ini.
Dalam konteks diplomasi global, peran Indonesia di kawasan Arab dan Timur Tengah patut diapresiasi. Beberapa tokoh politik, seperti Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI yang juga Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), telah menyampaikan pidato penting di berbagai negara. Namun, perlu digarisbawahi bahwa aktivitas ini dijalankan dalam kapasitas sebagai pejabat negara, bukan sebagai perwakilan partai politik.
Keberhasilan Gelora dalam mendapatkan perhatian di kancah politik domestik maupun internasional tidak lepas dari kinerja dan kompetensi yang telah ditunjukkan. Pengakuan yang diterima bukan semata-mata karena jabatan tertentu, melainkan hasil kerja nyata yang konsisten dalam berbagai bidang.
Keberhasilan Diplomasi Indonesia, Upaya Bersama, Bukan Satu Kelompok
Pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), telah menunjukkan capaian signifikan dalam diplomasi, termasuk dalam isu Palestina. Namun, keberhasilan ini bukan hasil kerja satu kelompok atau partai politik semata, melainkan kolaborasi dari berbagai elemen bangsa yang memiliki tujuan bersama: memperjuangkan perdamaian dan keadilan global.
Sayangnya, muncul fenomena ketika isu-isu diplomasi seperti Palestina dijadikan ‘alat politik’ domestik oleh beberapa kelompok. Sebagai contoh, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kerap mengangkat isu-isu keumatan sebagai strategi politiknya. Meskipun hal ini sah dalam demokrasi. Namun, apabila digunakan untuk menyaingi atau memperkeruh diplomasi Indonesia yang telah berjalan efektif, justru dapat melemahkan posisi Indonesia di mata dunia.
Harus Bebas dari Kepentingan Partisan
BKSAP DPR RI diharapkan menjadi institusi yang netral dan tidak terjebak dalam kepentingan politik kelompok tertentu. Diplomasi parlemen bukanlah alat untuk memperjuangkan agenda politik sempit, tetapi untuk mendukung kebijakan luar negeri Indonesia secara menyeluruh.
Kepemimpinan di BKSAP harus dipegang oleh sosok yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki integritas dalam menjaga netralitas. Jika BKSAP dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu, dampaknya tidak hanya akan merusak reputasi Indonesia di kancah internasional, tetapi juga menurunkan efektivitas diplomasi parlemen sebagai salah satu pilar penting dalam hubungan antarnegara.
BKSAP harus tetap pada jalur independen, bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan aktor-aktor lain untuk memaksimalkan pengaruh Indonesiadalam isu-isu global.
Diplomasi untuk Bangsa, Bukan Alat Politik
Kebijakan luar negeri Indonesia harus selalu didasarkan pada kepentingan nasional, bukan kepentingan politik jangka pendek. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), meskipun belum memiliki perwakilan di DPR RI, telah menunjukkan dukungan terhadap diplomasi Indonesia secara keseluruhan. Sikap ini dapat menjadi contoh bagaimana semua pihak dapat berkontribusi dalam politik luar negeri tanpa mengorbankan integritas diplomasi nasional.
Dalam hal ini, BKSAP memegang tanggung jawab besar untuk menjaga reputasi diplomasi parlemen. Sebagai mitra strategis dalam diplomasi internasional, BKSAP harus bekerja secara profesional dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas segalanya. Dengan demikian, Indonesia dapat terus memainkan peran sentral sebagai penggerak perdamaian dunia.
Pada akhirnya, keberhasilan diplomasi Indonesia bukanlah milik satu pihak, melainkan hasil kerja kolektif dari semua elemen bangsa. Semua pihak, termasuk BKSAP, harus menjaga semangat ini dengan menjauhkan diri dari politisasi. Hanya dengan menjaga netralitas dan profesionalisme, diplomasi Indonesia akan tetap menjadi simbol integritas dan kepemimpinan global. ***
* Penulis adalah Sarjana S1 Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Pancasila)