BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kawasan Danau Toba, yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) sejak 2011 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011, menghadapi berbagai tantangan dalam mewujudkan visinya sebagai destinasi wisata kelas dunia. Meski memiliki keindahan alam yang luar biasa dan sejarah geologis unik, pengembangan kawasan ini masih jauh dari harapan.
Pendapat ini disampaikan Pemerhati dan Pelaku Pariwisata, Ir. Sanggam Hutapea, MM., kepada wartawan di Jakarta, Senin (16/12/2024) dalam refleksi akhir tahun 2024, sejak ditetapkannya Danau Toba sebagai salah satu dari 10 Destinasi Wisata Dunia oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menurut Sanggam, kendala utama dari lambatnya penetapan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata dunia, karena kurangnya promosi internasional oleh pemerintah Indonesia. Sehingga, Danau Toba belum dikenal secara luas di dunia.
“Selama dua dekade terakhir, promosi di dalam negeri maupun luar negeri tidak dilakukan secara intensif, sehingga potensi besar kawasan ini kurang dimanfaatkan,” sebutnya.
Disampingi itu, lanjut Sanggam, minimnya diversifikasi produk wisata keindahan alam Danau Toba menjadi daya tarik utama, namun tidak ada inovasi dalam menciptakan produk wisata baru, seperti atraksi berbasis sejarah, budaya, atau kuliner khas yang dapat meningkatkan daya tarik wisatawan.
“Termasuk lemahnya koordinasi antardaerah disekitar Danau Toba, yang belum mampu menjalin kerja sama terpadu dalam pengembangan kawasan. Setiap daerah bergerak sendiri, menghambat sinergi dalam membangun destinasi wisata unggulan.” ungkap Sanggam.
Bukan hanya itu, Sanggam juga mengungkapkan kalau fasilitas pendukung juga belum memadai, meskipun akses transportasi telah diperbaiki dengan pembangunan jalan tol dan Bandara Silangit.
“Seperti fasilitas penunjang seperti kuliner, atraksi budaya, rumah sakit, dan paket wisata terpadu, masih belum optimal,” katanya lagi.
Solusi dan Rekomendasi
Terkait kendala-kendala yang dihadapi pemerintah, baik pusat maupun daerah tersebut, Sanggam memberikan sejumlah solusi dan rekomendasi.
Pertama, narasi sejarah sebagai daya tarik utama Danau Toba. Narasi tentang letusan purba yang membentuk Danau Toba dapat dikemas menjadi produk wisata edukatif, seperti museum interaktif atau tur geologi yang menarik perhatian wisatawan.
Kedua, diversifikasi produk wisata, yang semestinya pemerintah daerah mampu mengembangkan budaya lokal sebagai atraksi, misalnya ritual Parmalim (Sipaha Lima), tari-tarian tradisional, atau pembuatan ulos. Termasuk, membuka lokasi kuliner tepi danau yang memadukan keindahan alam dengan atraksi seni, seperti konsep Jimbaran di Bali.
“Juga menawarkan wisata sejarah, seperti jejak Dinasti Sisingamangaraja, wisata rohani di Tapanuli Utara, atau narasi unik dari tugu-tugu marga,” sebutnya.
Ketiga, koordinasi antar-Pemda di kawasan Danau Toba, harus membentuk forum koordinasi permanen untuk menyelaraskan program pengembangan wisata. Termasuk dalam promosi, pembangunan infrastruktur, dan pelibatan masyarakat lokal.
Keempat, promosi wisata tepat sasaran, baik domestik maupuninternasional. Untuk domestik, menurut Sanggam, bisa menjadikan Danau Toba sebagai tujuan utama wisatawan lokal di akhir pekan, dengan rekayasa promosi yang menarik dan paket wisata terjangkau.
“Sedang untuk internasional, tentunya promosi ke pasar Asia dan Eropa dengan paket wisata terpadu yang menonjolkan narasi sejarah dan budaya khas kawasan, harus dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.
Kelima, pengembangan infrastruktur dan fasilitas kesehatan disekitar Danau Toba, sepreti membangun rumah sakit bertaraf internasional untuk mendukung wisatawan mancanegara. Dan, menyediakan akomodasi berkualitas, fasilitas transportasi terpadu, dan atraksi wisata beragam untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan.
“Danau Toba ini, memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu destinasi wisata kelas dunia, asal pemerintah pusat dengan pemda antar daerah setempat, bekerjasama secara terpadu,” imbuh Sanggam Hutapea. (Ery)





