BERITABUANA.CO, KUPANG – Kelompok makanan, minuman dan tembakau pemberi andil Deflasi terbesar secara M to M bagi Provinsi NTT, yakni sebesar 0,15 persen.
“Untuk Inflasi Kumulatif atau Year to Day (Y to D) dari Januari sampai September 2024, NTT masih Deflasi 0, 09 persen,” jelas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT, Matamira Banggu Kale saat jumpa pers di aula BPS NTT, Senin (1/10/2024).
Dengan terjadinya Deflasi ini, ungkap Matamira Kale, sehingga perubahan harga sampai dengan bulan September 2024 secara umum, lebih rendah dibandingkan dengan kondisi pada bulan Desember 2023.
“Jika dilihat Inflasi Y on Y pada September 2024 sebesar 1,07 persen, dan kondisi ini lebih rendah jika dibandingkan Agustus 2024 sebesar 1,22 persen. Dan nilai inflasi ini masih dibawah target pemerintah, target pemerintah 2,50 persen,” papar dia.
Ditambahkan Matamira Kale, jika memperhatikan berdasarkan kelompok pengeluaran untuk inflasi Y to Y, terbesar dari kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya, yaitu Inflasi 6,72 persen, itu lebih banyak didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan.
“Setelah kelompok pengeluaran pribadi, salah satu penyumbang Inflasi terbesar adalah dari kelompok penyediaan makanan dan minuman, sebesar 3,25 persen,” tegas Matamira Kale.
Melihat dari andil atau sumbangannya terhadap inflasi, lanjut dia, kelompok dengan andil terbesar adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,38 persen dibawahnya adalah Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman 0,16 persen, lalu transportasi 0,22 persen.
Selanjutnya lihat Inflasi pada kota-kota Indeks Harga Konsumen (IHK) yaitu Waingapu, TTS, Maumere, Ngada dam Kota Kupang. Terbesar di Kota Kupang yakni 2,17 persen. Selain itu wilayah Kota Kupang untuk Kabupaten TTS alami deflasi Y on Y 1,32 persen.
“Penyebab utama Deflasi di TTS (Y on Y), karena andil deflasi dari kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar -1,62 persen,” ucap Matamira Kale.
Perkembangan antar kota IHK untuk Inflasi (M to M) pada September 2024, lanjut dia, Kabupaten TTS dan Maumere alami Inflasi 0,16 persen dan 0,48 persen. Sedangkan daerah lain alami deflasi, yakni Waingapu 0,68 persen, Ngada -0,22 persen dan Kota Kupang -0,08 persen.
“Komoditas penghambat Inflasi (m to m), umumnya didominasi kelompok makanan, minuman dan tembakau,” ujar Matamira Kale.
Untuk kelompok makanan, minuman dan tembakau ungkap Matamira Kale, sangat rentan terhadap perkembangan harga, hal ini dimungkinkan dari pengaruh musim.
“ Seperti sekarang musim angin, mempengaruhi harga ikan, karena nelayan tidak melakukan penangkapan ikan, sehingga pemasokan kurang, maka harganya menjadi mahal,” jelas dia.
Komoditas penyumbang Inflasi (m to m), kata Matamira Kale, andil terbesar yakni Ikan tembang 0,0897persen, daun singkong 0,0706 persen, Bunga Pepaya 0,0321 persen, Ikan Tongkol 0,0234 persen, Emas Perhiasan 0,0204 persen.
“Sedangkan Andil Deflasi (m to m) yakni cabe rawit -0,1598 persen, daging ayam ras -0,0505 persen, kangkung -0,0404 persen, telur ayam ras -0,0329 persen dan tomat -0,0223 persen,” pungkasnya. (iir)