79 Tahun Kemerdekaan, Indonesia Belum Merdeka Secara Digital

by
Foto bersama moderator, pembicara dan Wadir ATVI-IMDE usai talskhow digital. (Foto: Humas ATVI-IMDE)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Akses yang tidak merata terhadap teknologi dan internet, masih menjadi permasalahan di beberapa wilayah. Kesenjangan digital dapat membatasi kesempatan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi digital secara optimal.

Hal itu dikemukakan Koordinator Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Data Informasi, Dr. Kautsarina ketika tampil sebagai salah satu pembicara dalam talkshow ‘Merdeka Digital’, yang diselenggarakan Akademi Televisi Indonesia (ATVI)-Institut Media Digital Emtek (IMDE) di Kampus 1 ATVI-IMDE di Emtek City, Jakarta, Selasa kemarin (13/8/2024).

Talkshow yang diikuti para dosen, tenaga pendidikan, mahasiswa, dan calon mahasiswa ATVI-IMDE, dibuka Direktur ATVI-IMDE, Totok.A. Soefijanto, Ed,D ini merupakan awal dari dua hal penting.

Pertama, diskusi bulanan ATVI IMDE yang membahas topik strategis komunikasi dan entertainment. Kedua, pembukaan penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2025-2026 ATVI-IMDE.

Dalam paparan berjudul ‘Merdeka Digital yang Aman: Membangun Ekosistem Digital yang Berdaulat dan Aman’, Kautsarina mengatakan, ancaman siber dan perlindungan data pribadi menjadi salah satu tantangan utama di era digital. Organisasi dan individu harus waspada terhadap serangan siber, sementara perlindungan data pribadi menjadi isu krusial untuk menjaga privasi pengguna.

Mengenai konsep Merdeka Digital, Kautsarina mengatakan, konsep kebebasan dalam memanfaatkan teknologi digital secara mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini berfokus pada pengembangan infrastruktur digital yang andal, peningkatan literasi digital, serta penguatan keamanan siber untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan berdaulat.

Menyinggung kesenjangan digital, dia mengatakan, akses yang tidak merata terhadap teknologi dan internet masih menjadi permasalahan di beberapa wilayah. Kesenjangan digital dapat membatasi kesempatan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi digital secara optimal.

“Karenanya, regulasi yang tepat sangat diperlukan untuk memastikan penggunaan teknologi yang amandan beretika. Regulasi yang komprehensif dapat menjadi landasan bagi penerapan Merdeka Digital yang aman,” kata dia.

Kautsarina menyebut ada 4 pilar-pilar merdeka digital yang aman. Pertama, infrastruktur Digital yang Aman, dimana pembangunan jaringan yang aman dan andal menjadi fondasi bagi ekosistem digital yang tangguh.

“Infrastruktur digital yang terpercaya akan mendukung aktivitas digital masyarakat dengan aman,’ ujarnya lagi.

Kedua, Literasi Digital
Edukasi yang membahs tentang penggunaan teknologi bertanggung jawab, sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang melek digital.

“Peningkatan literasi digital akan membantu masyarakat menavigasi ruang digital dengan bijak,” imbuh Kautsarina.

Ketiga, Perlindungan Data dan Privasi. Dengan penguatan regulasi untuk melindungi data pribadi menjadi bagian integral dari Merdeka Digital yang Aman.

“Hal ini akan memberikan jaminan keamanan bagi pengguna dalam memanfaatkan layanan
digital,” sebutnya.

Keempat, Regulasi dan Kebijakan
Implementasi, dimana kebijakan yang mendukung keamanan digital menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem digital yang terpercaya.

“Regulasi yang tepat akan menjadi panduan bagi pemangku kepentingan dalam menerapkan merdeka digital,” tambah Kautsarani.

Merdeka Digital dan Tantangannya dalam Pendidikan

Menanggapi kesenjangan digital, Dosen sekaligus Kaprodi Binsis Digital ATVI-IMDE, Dr. Ratih Damayanti menilai, perbedaan akses teknologi antara daerah urban dan rural, serta kelompok sosial ekonomi penyebab kesenjangan digital.
Karena itu, perlu strategi mengatasi tantangan, antara lain dengan peningkatan Infrastruktur: Investasi dalam infrastruktur teknologi dan akses internet.

Kemudian, pelatihan dan literasi digital: Program pelatihan untuk dosen dan mahasiswa tentang penggunaan teknologi secara efektif dan aman.
Selain itu, kebijakan dan regulasi: pengembangan kebijakan untuk melindungi data pribadi dan memastikan akses yang adil.

“Dan yang tak kalah penting adalah pendekatan inklusif, yang tentunya dengan mengembangkan solusi teknologi yang dapat diakses oleh semua kelompok sosial ekonomi,” ujar Kautsarani.

Pembicara lain, yakni pegiat media digital yang juga Ketua Jakarta Maju Bersama, Usamah Abdul Aziz dalam paparannya tentang ‘Evolusi Demokrasi di Era Digital’, menyinggung peran teknologi dalam mempermudah akses informasi. Dia menjelaskan perkembangan dari demokrasi konvensional ke digital yang menurutnya memiliki komponen utama
E-Participation:
Partisipasi politik melalui platform online.
E-Voting:
Pemungutan suara secara digital.
E-Consultation:
Diskusi dan konsultasi publik secara online.

Dalam kaitan ini lanjut Usamah ada keuntungan digital demokrasiyakni aksesibilitas, efisiensi, transparansi dan pemberdayaan warga. Jadi, demokrasi digital adalah langkah maju dalam inklusivitas dan efisiensi politik.

Karena itu perlu ada keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak-hak demokratis. Masa depan demokrasi tergantung pada adaptasi terhadap perkembangan digital.

Pembicara atau narasumber terakhir adalah virtualart director & virtual production ekpert, Dimitri Josephine yang membagi pengalamannya dalam bidang teknologi digital, khususnya untuk latar atau pengganti tempat syuting film atau serial.

Menurut Dimitri, kemajuan teknologi digital menjadi terobosan dalam pembuatan film atau media lainnya yag berbasis audio karena menghemat waktu, biaya, dan pada saat bersamaan menimbulkan kreativitas tak terhingga dalam pemanfaatan visual yang berbasis digital.

“Syuting dapat dilakukan di studio yang komprehensif di satu tempat meski memperlihatkan beragam latar yang berbeda,” katanya.

Dalam contoh video yang ditampilkan terlihat bagaimanan pembbuatan film dilakukan di satu tempat tapi menggambarkanberagam daerah, lokasi maupun negara. Dengan kecanggihan digital, berbagai visual setting tempat bisa digarap dalam satu tempat.

Menarik, talkshow setengah hari ini, karena tema yang aktual. Sebab, Indonesia saat ini masih kekurangan talenta digital sampai sekitar 460 000 per tahun. Padahal, negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, juga sudah mengimpor banyak talenta digital dari Indonesia, termasuk dalam virtual production yang dilakukan Dimitri. (Ery)