BERITABUANA.CO, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merevisi prediksi masuknya fenomena La Nina ke wilayah Indonesia. Sebelumnya, La Nina diprediksi melanda Indonesia pada periode Juli-Agustus-September 2024. Namun Analisa Dinamika Atmosfer Dasarian 1 Juli 2024, BMKG memorediksi, La Nina berpotensi terjadi pada periode bulan Agustus-September-Oktober (ASO) 2024. Pada Dasarian I Juli 2024, Indeks ENSO sebesar 0,19 atau berada pada fase Netral.
ENSO atau El Nino-Southern Oscillation adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.
Ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin.
Sementara itu, sebanyak 43% Zona Musim (ZOM) sudah memasuki musim kemarau. Menurut BMKG, wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, sebagian Sumatra Selatan, sebagian Lampung, sebagian Banten hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, dan sebagian Papua Selatan.
“ZOM yang diprediksi akan masuk musim kemarau pada periode Juli II – Agustus I 2024 adalah sebagian Sumatra Selatan, sebagian Bangka Belitung, sebagian kecil Kalimantan Barat, sebagian kecil Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Gorontalo, sebagian Sulawesi Utara, Sebagian Maluku Utara dan Maluku, sebagian Papua Barat, dan sebagian Papua,” tulis BMKG, Senin (15/7/2024).
Di sisi lain, BMKG mengingatkan kondisi cuaca sunifican untuk periode 12 – 18 Juli 2924, berupa;
1. Potensi Hujan sedang – lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang terdapat di wilayah Aceh, Sumatra Barat, Riau, Kep. Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kep. Bangka Belitung, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua, dan Papua Selatan.
2. Potensi dampak dari bahaya hujan lebat Kategori Waspada terdapat di wilayah Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua Tengah, Papua, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
3. Potensi Angin Kencang terdapat di Aceh, Riau, Kep. Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kep. Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, KalimantanTengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, PapuaBarat Daya, Papua Barat, dan Papua Selatan.
“Walau beberapa wilayah di Indonesia sebagian sudah memasuki musim kemarau, masyarakat masih perlu waspada dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang masih terjadi di beberapa wilayah. Seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es,” tulis BMKG dalam Prakiraan Cuaca Mingguan periode 12-18 Juli 2024.
Menurut BMKG, kejadian hujan sepekan (12-18 Juli), diprakirakan tidak lagi berada di wilayah Indonesia bagian selatan. Yang mana pada periode sebelumnya terjadi hujan signifikan di awal musim kemarau.
“Terjadinya hujan yang cukup signifikan di beberapa tempat, khususnya di wilayah yang telah memasuki musim kemarau pada periode lalu, sempat menghebohkan masyarakat banyak. Namun kondisi ini akan kembali berubah seiring pergerakan MJO menuju ke Samudera Pasifik dengan status Netral,” terang BMKG.
“Serta keberadaan beberapa gelombang atmosfer yang sudah beranjak ke wilayah tengah hingga utara Indonesia dan sudah tidak memberikan dampaknya di Wilayah selatan Indonesia (Sumatra bagian selatan hingga Pulau Jawa),” demikian penjelasan BMKG. (Ram)