Pah Messakh: Mesin EDC untuk Awasi Wajib Pajak dalam Transaksi

by
Kepala Bapenda Kota Kupang, Pah Messakh. (Foto: iir)

BERITABUANA.CO, KUPANG – Mesin Electronic Data Capture (EDC) dimanfaatkan untuk mengawasi Wajib Pajak, dalam bertransaksi di bidang usahanya setiap hari.

Hal ini disampaikan Kepala Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Kupang, Pah B.S. Messakh di ruang kerjanya, Selasa (11/6/2024).

“Ini merupakan bagian pengawasan terhadap omzet, karena untuk saat ini pelaporan omzet dilakukan oleh wajib pajak sendiri. Sehingga diharapkan ada kerjasama,” kata Pah Messakh.

Dikatakan Pah Messakh, selama ini sering ada beberapa laporan omzet, yang tidak sesuai dengan kondisi riil yang ada. Misalnya hari ini yang makan enam orang, tetapi dilaporkan hanya ada satu orang.

“Jadi kita butuh ada mesin, sehingga mesin EDC ini sebagai solusi terbaik, karena apapun transaksi yang dilakukan terekam jelas,” kata Pak Messakh.

Diakui Pah Messakh, mesin ini hanya sebagai pembanding saja, betul tidak laporan yang wajib pajak sampaikan.

“Ujung-ujungnya kita kembali lagi dengan niat baik wajib pajak. Pasang mesin secanggih apapun, kalau memang tidak ada niat baik, memang susah,” tambah dia.

Pah Messakh mengingatkan, Bapenda bukan mengambil uang pribadi wajib pajak, tetapi dari konsumen yang dititipkan 10 persen saat transaksi.

“Yang kita ambil 10 persen uangnya konsumen saat bertransaksi, sehingga diharapkan dengan adanya mesin EDC sebagai pembanding dengan laporan omzet, mereka bisa sisihkan,” kata Pah Messakh.

Pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi untuk penginapan dan hotel,
diharapkan dari situ juga dapat laporan yang baik.

“Memang ada beberapa wajib pajak yang baik, tapi ada juga yang nakal,” aku Pah Messakh.

Pada kesempatan yang sama, Kabid Pajak dan Retribusi Bapenda Kota Kupang, Inda Dethan mengakui sosialisasi secara kontinyu dilaksanakan, dengan mengundang wajib pajak, baik hotel, restauran, rumah makan serta parkir, berkaitan dengan cara pembayaran.

“Cara pembayaran mereka selama ini, sebelum dilakukan validasi atau
diterbitkan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), mereka langsung transfer, karena pembayaran diajukan ke kantor pusat di Jakarta,” jelas dia.

Menurut Inda Dethan, melakukan transfer sebelum dilakukan penghitungan dan
penetapan kembali terhadap omzet mereka, dari segi administrasi tidak bagus.
“Seharusnya mereka memberikan laporan omzet dulu, meskipun bersifat self assessment, tapi perlu dilakukan validasi kembali terhadap omzet tersebut apakah tepat atau tidak,” urainya.

Untuk itu, tambah Inda Dethan, dipandang penting untuk mereka datang mengikuti sosialisasi, sehingga bisa memberikan informasi yang tepat dengan alur sistem pembayaran.

“Apabila mereka menggunakan mesin selain EDC, proses pelaporan harus ambil dari sistem, bukan mereka melakukan pelaporan secara manual, setelah itu baru melapor ke kami,” tegas Inda Dethan.

Dijelaskan dia, pelaporan omzet yang menggunakan device lain diluar EDC, itu bukan satu-satunya alat ukur untuk melakukan perhitungan penetapan.

“Kami melihat juga, bahwa mungkin saja terjadi gangguan sistem atau jaringan eror, atau human error sehingga masih melihat kembali atau melakukan validasi kembali terhadap laporan omzet tersebut,” ujar Inda Dethan. (iir)