BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengungkapkan alasan sejumlah pasal dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran yang menjadi polemik, karena adanya saran agar dapat dikontrol oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Alasannya karena kalau investigasi jurnalistik itu, misalnya ada yang beririsan dengan materi penyidikan yang sedang dilaksakan oleh aparat penegak hukum, maka sebaiknya itu sedikit penyeimbang. Lalu, bagaimana materinya? Ya diatur dalam aturan KPI,” ujar TB Hasanuddin kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Kang TB demikian dirinya akrab disapa, mengatakan, jika produk penyiaran dibawahi langsung oleh KPI. Untuk itu adanya saran tersebut dalam draf RUU Penyiaran.
“Kalau KPI itu khusus untuk penyiaran, tapi kalau produk jurnalis yang umumnya, tulisan dan lain sebagainya itu ke Dewan Pers. Saya kira ya dikoordinasikan saja arah tugas KPI dengan tugas Dewan Pers,” katanya.
Ia sendiri mengaku kalau dirinya tak sepakat dengan adanya pembatasan jurnalistik seperti yang tertuang dalam draf Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
“Saya sendiri setuju tidak usah ada pembatasan. Biarkanlah masyarakat yang mengontrol, tetapi tentu kami harus mendengar beberapa baik positif dan negatifnya, dari hasil investigasi,” ujar Kang TB.
Selain itu, masih kata politisi PDI Perjuangan itu, berbagai pendapat pro dan kontra pada revisi UU tersebut juga terjadi di Komisi I DPR RI.
“Ada yang pro dan kontra dan nanti itu finally akan kita bahas dan akan kita diskusi di Baleg (Badam Legislasi),” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin mengatakan pihaknya akan menampung semua masukan terkait polemik revisi UU Penyiaran.
“Ya kita akan tampung semua dan kemudian kita akan selesaikan nanti di dalam pembahasan antara Baleg dan komisi,” pungkasnya. (Ery)




