STFT Sebut Indikasi Pemilu 2024 Tidak Sesuai dengan Semangat UUD 1945

by
Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Theologi ( STFT) Jakarta , Prof Binsar Jonathan Pakpahan, PhD didampingi civitas lain sedang membacakan seruan dan pernyataan sikap terkait pelaksanaan pemilu 2024. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Civitas Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta mengeluarkan seruan sekaligus sikapnya atas pelaksanaan pemilu 2024. Pemilu 204 ini dikatakan adalah pesta demokrasi yang seharusnya berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

STFT mengingatkan, demokrasi menjadi sistem yang di pilih bersama untuk mencapai tujuan tersebut, dengan harga mahal Reformasi 1998. Bangsa Indonesia merindukan pemimpin yang menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang menaruh kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan.

“Sayangnya, kami melihat beberapa tindakan yang melawan hati nurani dan tidak sesuai dengan semangat yang menjiwai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Pertama, pencalonan wakil presiden yang diputuskan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023, yang kemudian terbukti melanggar kode etik, namun keputusannya tidak bisa dibatalkan,”kata Ketua STFT Pdt . Prof. Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D lewat keterangan tertulis yang diterima www.beritabuana.co di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Kemudian soal pembagian bantuan sosial (bansos) berupa beras dan lainnya, maupun bantuan langsung tunai (BLT) diberitakan di media disebutkan oleh beberapa menteri sebagai bantuan Presiden Joko Widodo yang diduga bertujuan untuk mendukung pasangan calon (paslon) tertentu, sementara semua itu adalah uang rakyat.

Ada lagi sinyalemen pengarahan aparatur negara untuk mendukung paslon tertentu dan melakukan tindak kekerasan, yang terlihat dari beberapa berita di media.

Atas krisis etika dan integritas kepemimpinan tersebut, civitas STFT  menyatakan suara hati nurani, yaitu meminta Presiden Joko Widodo dan jajarannya untuk menjamin pemilu yang jujur dan adil (imparsial), tidak memihak (netral), menegakkan hukum sepenuhnya, menjunjung etika dan integritas serta tidak memanfaatkan lembaga kepresidenan untuk mendukung paslon tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

STFT kemudian meminta penghentian penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan pencalonan di Pemilu, termasuk politisasi bantuan sosial yang pada dasarnya diambil dari rakyat untuk membantu rakyat yang paling membutuhkan.

STFT mengingatkan semua penyelenggara negara untuk tidak berpihak kepada paslon mana pun selain kepada bangsa dan negara. Pemilu 2024 perlu menjaga keluhuran bangsa dan negara yang beradab, serta mendapat legitimasi dari rakyat. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, pemerintahan Presiden Joko Widodo juga bertanggung jawab kepada Tuhan.

“Keempat kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan dan menjadi saksi untuk memastikan pemilihan umum yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta mendorong untuk memilih calon dan/atau partai yang cakap, cinta akan Tuhan, dapat dipercaya, dan benci kepada suap; yang menjunjung tinggi kebenaran, etika, integritas, dan berpihak kepada rakyat kecil,” imbuh Binsar Jonathan.

Terkait pelaksanaan pemilu 2024 yang akan si gelar pada hari Rabu, 14 Februari 2024, bertepatan dengan hari pertama masa Prapaskah dalam tradisi Kekristenan, yang dikenal sebagai Rabu Abu. Abu yang diusapkan di dahi, STFT mengingatkan manusia akan kefanaan hidup karena dia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu, memanggil semua untuk bertobat dan kembali kepada kebenaran yang diajarkan-Nya.

“Seruan ini juga adalah panggilan pertobatan untuk kembali ke jalan kebenaran, menuju bangsa yang bermartabat,”ujar Binsar Jonathan. (Asim).