Prabowo dan Oposisi

by
Waketum DPN Partai Gelora Fahri Hamzah bersama Ketum Gerindra Prabowo Subianto. (Foto: Pribadi)

@fahrihamzah

KALAU ada orang yang menganggap pak Prabowo tidak tahan beroposisi, orang itu tidak saja tidak mengenal pak Prabowo selama ini, tetapi juga tidak kenal sejarah bangsa Indonesia sepanjang transisi kita menuju demokrasi ini. Karena Prabowo adalah salah satu tokoh sejarah nasional yang penting dalam transisi kita menuju negara demokrasi yang lebih matang.

ORDE BARU

Pada saat saya, Budiman Sudjatmiko, Andi Arif, dan begitu banyak angkatan sembilan puluhan ini sedang bersekolah, termasuk hampir figur lain dalam Pilpres kali ini, pak Prabowo telah menjadi legenda di zaman Orde Baru. Beliau adalah perwira tinggi militer yang unik dan luar biasa atau disebut oleh para senior pada waktu itu sebagai the rising star. Dia menonjol bukan saja karena menjadi menantu Presiden Soeharto tetapi dia memberi warna baru di lingkungan ABRI, khususnya Angkatan Farat.

Prabowo seperti memiliki cara pandang yang berbeda terhadap politik waktu itu, di mana Presiden Soeharto sangat dominan dan semua orang seperti tidak punya pandangan alternatif dalam pemikiran elit, tetapi Prabowo adalah ‘angin segar’ yang mengelola perbedaan pandangan, baik antara sipil dan militer, juga antara negara dengan kekuatan-kekuatan agama, khususnya agama Islam dan kelompok-kelompok kritis.

Pada momen -momen seperti itu, Prabowo hadir menemui kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini dicitrakan sebagai oposisi terhadap negara, juga kaum intelektual yang ruang geraknya sangat tidak bebas karena negara memberlakukan kontrol yang begitu ketat pada kurun itu.

Sampai pada suatu saat, Prabowo nampak seperti punya pandangan yang berbeda-beda terkait hubungan antara negara dengan kelompok kritis, dengan kelompok Islam, dan juga kritik terhadap kecenderungan sentralisasi perekonomian nasional pada segelintir konglomerasi.

Pandangan seperti ini cukup langka di masa Orde Baru, dan Prabowo tidak saja bersikap tapi juga justru memfasilitasi kritik kepada negara dan bisa dikatakan dalam hal ini Prabowo adalah tokoh oposisi dari dalam yang memberikan warna baru kepada masyarakat yang nyaris kehilangan harapan bahwa seolah-olah negara militeristik yang kejam itu tidak lagi bisa diajak bicara sama sekali.

Inilah yang saya juga anggap sebagai latar belakang dari konflik di ujung Orde Baru, ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri, maka korban pertama yang diserang oleh kekuatan lama adalah pribadi Prabowo yang terbuka dan unik.

Prabowo dituduh akan mendalangi kudeta dan bahkan belakangan dituduh sebagai dalang penculikan aktivis pada seluruh masa Orde Baru, padahal dia sangat dekat dengan para aktivis sampai sekarang yang dibuktikan oleh bersatunya kaum aktivis di belakang Prabowo dalam perjuangan politiknya.

PASCA REFORMASI

Pasca Reformasi, situasi berubah dan negara tidak lagi sekuat dahulu, tetapi negara sekarang mendemokratisir dirinya dengan mendorong kebebasan di seluruh bidang kehidupan. Prabowo, sadar bahwa ia memerlukan transisi untuk keluar dari fitnah yang menyerangnya siang malam tanpa bukti yang terang.

Maka tidak saya berbisnis, Prabowo juga membangun partai politik sebagai prosedur resmi untuk menyusun kekuatan konstitusional menuju kekuasaan negara. Berkali-kali Prabowo mencoba dengan partai barunya untuk memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Tetapi, Sebagaimana di akuinya Prabowo kalah berkali-kali tetapi tidak pernah menyerah. Prabowo tetap di garis oposisi dan tidak pernah tertarik serta berniat untuk masuk ke dalam pemerintahan.

Rekonsiliasi

Barulah setelah Pemilu 2019, yang telah didahului oleh Pemilu sebelumnya yang juga berdarah darah, dalam dunia yang sepertinya mendung di bawah ancaman ketidakstabilan, Prabowo mengambil kesimpulan untuk menyetujui rekonsiliasi yang ditawarkan oleh presiden Jokowi. Maka pak Prabowo menggalang kekuatan elite, untuk bergabung membangun koalisi nasional dalam kabinet yang sangat besar pendukungnya.

Ikhtiar Politik

Peristiwa rekonsiliasi 2019 adalah ikhtiar politik tingkat negarawan yang tidak bisa di lihat dengan kacamata yang partisan karena dua Pemilu sebelumnya yang diselingi oleh Pilkada Jakarta yang berbahaya hampir saja membelah kita berkeping keping tapi kemudian dua tokoh besar ini mau bergabung dan bersatu.

Kita mengapresiasi langkah itu setelah kita sukses melewati Covid-19, ketegangan laut China Selatan dan perang Rusia-Ukraina yang sekarang juga masih ditambah oleh perang di Timur tTengah antara Israel dan Palestina.

Jadi apabila ada orang yang menganggap bahwa rekonsiliasi 2019 adalah karena pak Prabowo tidak kuat lagi menjadi oposisi, pasti itu datang dari otak kecil dan hati yang kecil sambil ingin ‘cuci tangan’ bahwa dirinya sendiri adalah pencipta pembelahan masyarakat yang sangat berbahaya.

Tulisan singkat ini tidak untuk mengingatkan figur-figur ekstrim yang ingin mengambil keuntungan dari pembelahan politik, tapi sekedar sebagai pengingat bahwa Prabowo tidak bisa dibandingkan dengan figur-figur partisan yang datang silih berganti. Prabowo adalah negarawan yang datang untuk satu misi mempersatukan negeri dan meletakkan pondasi Indonesia maju, sebagaimana yang telah diawali oleh presiden-presiden sebelumnya termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Selamat datang di Era baru Indonesia yang bersatu dan kuat menuju Indonesia emas 2045. ***