Partai Gelora Usul Agar KPU dan Bawalu Bentuk Satuan Gugus Tugas Khusus Keamanan Informasi Pemilu 2024.

by
Sekjen DPN Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Guna menjaga keamanan informasi pemilu dari serangan cyber terhadap proses penyelenggaraan Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu menginisiasi pembentukan Satuan Gugus Tugas Khusus Keamanan Informasi Pemilu 2024.

Usul ini disampaikan Sekteris Jenderal DPN Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik saat menjadi nara sumber dalam Dialektika Demokrasi bertema ‘Bersama Mencegah Hoaks dan Kampanye Hitam Jelang Pilpres 2024″ di Media Center Gedung III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2023) sore.

Menurut Mahfuz, Gugus Tugas Keamanan Informasi Pemilu ini tidak hanya untuk mengantisipasi hoaks, framing ujaran kebencian saja. Tetapi dalam pengertian yang luas, yaitu menjaga keamanan informasi pemilu. Selain itu, gugus tugas ini nantinya bisa melibatkan Dewan Pers, KPI, BSSN, Polri dan pihak terkait lainnya untuk melakukan patroli cyber dalam rangka melakukan penegakkan hukum (Gakkum) terhadap disinformasi Pemilu 2024.

“Saya khawatir banyaknya hoaks-hoaks sekarang ini akan menjadi gangguan besar pada pemilu 2024. Dan yang lebih penting kita bersama punya tanggung jawab sosial memberikan literasi kepada masyarakat. Jangan sampai kita ikut membodohi masyarakat dengan disinformasi di media sosial,” katanya.

Mahfuz menegaskan, gugus tugas tersebut diperlukan, karena regulasi kita yang mengatur dunia digital saat ini sudah tertinggal 10 tahun. “Dunia digital ini sudah berjalan di tengah-tengah kita, dan merangsek ke semua aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan politik dalam 10 tahun terakhir secara sangat progresif,” ujar mantan Ketua Komisi I DPR RI itu lagi.

Sebab ia berpandangan bahwa regulasi penyiaran Indonesia tidak mampu menjangkau penyebaran-penyebaran hoaks yang dilakukan oleh televisi (TV) berbasis internet.

“Sekarang ini banyak TV-TV yang platformnya internet. Ketika dia menyebarkan hoaks, siapa stakholder atau pemangku kepentingan yang bisa menegakkan regulasi, apakah Dewan Pers atau KPI, kan nggak ada sekarang,” katanya.

Akibat regulasi penyiaran yang tertinggal 10 tahun itu, lanjut Mahfuz, membuat banyaknya sampah-sampah digital, yang bisa ‘digoreng’ menjadi isu hoaks dan ujaran kebencian menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

“Ini sekarang yang menjadi rumit dan menjadi ruwet, karena memang basis regulasinya yang memang tidak lengkap,” pungkas Mahfyuz Sidik.

Kesempaan sama, Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan, untuk mengantiasipasi maraknya hoaks, framing ujaran kebencian, maka aparat harus menerapkan UU ITE (Informasi dan Traksaksi Elektronik) secara tegas agar ada efek jera dan tidak berpotensi memecah-belah masyarakat.

“Jadi, pemilu yang terbaik itu semua harus menjaga agar hoaks itu dihindari. Aparat sudah bagus mulai bergerak menjelang pemilu,sehingga para penegak hukum harus menunjukkan eksistensinya,” demikian Yanuar Prihatin.

Sedang Direktur Eksekutif the Indonsia Politic Review atau IPR Ujang Komarudi memimta masyarakat memiliki kasadaran terhadap haoks dan ujaran kebencian tersebut untuk tidak mudah meng-share atau membagikan ke group WA atau medsos.

“Sebab, kalau tidak ngerti, nanti tiba-tiba ditangkap aparat dan dipenjara. Kan kasihan hanya menjadi korban hoaks,” katanya.(Asim)