Fahri Hamzah: Dalam Negara Demokrasi Tak Ada Namanya Politik Dinasti

by
Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi dituding tengah membangun dinasti politik. Mulai dari putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang dalam bursa bakal calon wakil presiden (bacawapres) 2024, sampai terpilihnya putra bungsunya sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep. Hal itu diyakini sejumlah pakar yang kontroversi termasuk lawan politiknya, untuk melanggengkan kekuatan Jokowi meski dari balik layar.

Merespon sejumlah tudingan ke Presiden Jokowi tersebut, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah kepada awak media di Jakarta, Selasa (17/10/2023) justru menilai bahwa politik dinasti tidak ada dalam negara yang menganut sistem demokrasi.

Fahri mengaku heran dengan mereka yang mempersoalkan Gibran, yang kini menjabat sebagai Wali Kota Solo, yang tengah digadang-gadang sebagai bacawapres 2024, disebut sebagai bagian daridinasti politik Jokowi.

“Kenapa Anda mempersoalkan Gibran, karena dinasti. Dinasti dari mana? Tidak ada dinasti dalam demokrasi, demokrasi tidak mengenal dinasti, dinasti itu dikenal dalam tradisi kerajaan,” tegasnya lagi.

Bahkan, mantan Wakil Ketua DPR RI ini menegaskan bahwa demokrasi pemimpin dipilih dan disetujui rakyat. Jadi menurutnya, siapapun bisa menjadi calon pemimpin, termasuk keluarga dari pejabat.

“Dalam demokrasi selalu ada election, selalu ada approval dari rakyat. Jadi orang itu boleh merupakan keluarga dari pejabat A, pejabat B bisa menang, bisa kalah. Itu yang terjadi selama ini,” ujarnya.

Dia lantas mengambil contoh anak Wapres Ma’ruf Amin hingga keponakan Jusuf Kalla yang juga pernah ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), tapi kalah. Dia menekankan tidak ada yang salah jika anak pejabat ikut konstelasi politik.

“Anak Pak Ma’ruf jadi calon Wali Kota di Tangerang dikalahkan, terus keponakan Pak JK dulu di Makassar kalah. Jadi nggak ada jaminan, karena itu lah dalam demokrasi, ada persetujuan rakyat, maka terminologi dinasti tidak dikenal, bahwa ada keluarga lalu menjadi orang politik apa salahnya jadi orang politik,” sebut Caleg Partai Gelora Indonesia untuk Dapil Nusa Tenggara Barat I tersebut. (Ery)