Legislator PKS Sayangkan Lambannya Respons Pemerintah Terkait E-Commerce

by
Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Aturan Social Commerce dan Nasib UMKM’ yang menghadirkan narasumber Anggota Komisi VI DPR RI, Intan Fauzi (F-PAN), Anggota Komisi VI DPR RI, Amin AK (Fraksi PKS), Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero dan Praktisi Media, Agus Eko Cahyono. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS Amin AK menyayangkan lambannya respons pemerintah, terkait perdagangan/perniagaan sistem elektronik atau e-Commercedi di media sosial (medsos), yang menyebabkan pelaku konvensional, termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menangah (UMKM),’tutup warung’.

“Pemerintah semestinya bisa lebih cepat mengantisipasi hal ini lantaran banyak pelaku UMKM yang sudah ‘tutup warung’. Pemerintah yang punya segalanya, mulai pasukan, otoritas, aparat, punya anggaran lengkap, infrastruktur lengkap, ya mestinya harus respons ini dengan secepat-cepatnya,” kata Amin dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Aturan Social Commerce dan Nasib UMKM’ di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Amin mengatakan tiga kementerian, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Perindustrian, semestinya bisa mengantisipasi dari awal. Ia tak ingin masalah baru direspons ketika masyarakat sudah merasakan dampaknya.

“Mestinya pemerintah kalau bisa mengantisipasi kemunculan masalah sehingga tidak terlanjur dalam hal ini para pelaku UMKM itu sudah berguguran dan untuk membangkitkan tentu tidak mudah,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun mengatakan penjualan langsung di medsos, seperti live streaming, pada umumnya menguntungkan konsumen. Namun, ia menyebut hal itu tak fair lantaran media sosial memiliki algoritma yang mampu mengetahui kebutuhan pengguna.

“Yang kita masalahkan adalah social commerce yang digunakan atau difungsikan untuk berjualan, berdagang. Ini kan tidak fair,” kata Amin seraya menegaskan bahwa social commerce itu punya algoritma para pengguna, punya big data yang bisa memetakan kebutuhan-kebutuhan pengguna.

Dilain sisi, Amin menyayangkan influencer di medsos yang memiliki jutaan pengikut dengan mudahnya berjualan di jagad maya melalui media sosial. Menurut dia, hal ini tak adil bagi mereka yang berjualan offline dengan sederet ketentuan.

“Ditambah lagi para influencer yang punya medsos, follower-nya sampai puluhan juta. Puluhan juta itu ikut berjualan hampir pastilah dengan harga yang murah, produk-produk mereka kualitasnya juga oke dijual, ya itu akhirnya sekalipun Tanah Abang yang terkenal murah meriah dan jadi tujuan banyak orang (akan tergusur),” bebernya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) RI Zulkifli Hasan mengatakan bakal meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Nantinya medsos, seperti TikTok dilarang berjualan lewat TikTok Shop.

Zulhas sapaan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, nantinya medsos dalam hal komersial hanya diperbolehkan memfasilitasi promosi barang atau jasa atau mengiklankan.

“Yang pertama isinya social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Promosi barang atau jasa. Tidak boleh transaksi langsung bayar langsung nggak boleh lagi dia, hanya boleh untuk promosi seperti TV ya. Di TV kan iklan boleh kan. Tapi nggak bisa jualan. Nggak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital. Jadi tugasnya mempromosikan,” katanya.

Medsos tidak boleh merangkap sebagai e-commerce, begitu pun sebaliknya. Hal itu guna mencegah penyalahgunaan data pribadi oleh media sosial tersebut, demikian Rencana pembatasan perdagangan di media sosial itu disampaikan Zulhas seusai rapat terbatas atau Ratas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023) kemarin. (Asim)