Dr. Kuskridho Ambardi: NU dan Jokowi Berpotensi Menentukan Kemenangan Capres

by
Pakar Sosiologi Politik sekaligus dosen senior di Fisipol UGM Dr. Kuskridho Ambardi. (Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Presiden Joko Widodo bisa menjadi penentu kemenangan calon presiden saat berlaga pada pemilihan presiden 2024 mendatang. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei dari beragam lembaga yang menyatakan jarak keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo sangat tipis bahkan masih masuk dalam batas galat atau batas kesalahan (margin of error).

Pakar Sosiologi Politik sekaligus dosen senior di Fisipol UGM Yogyakarta Dr. Kuskridho Ambardi mengungkapkan, data dari lembaga survei kredibel menunjukkan bahwa jarak Prabowo dan Ganjar masih dalam rentang margin of error. “Sedang kalau dengan Mas Anis memang agak jauh jaraknya. Jadi, kita coba menganalisis yang jaraknya dekat dulu, antara Pak Ganjar dan Pak Prabowo,” katanya, Kamis (31/8/2023).

Dengan hasil yang masih dalam rentang margin of error, menurutnya, maka jika hasil survei Ganjar ditambah dua persen dan Prabowo dikurangi dua persen (rentang margin of error) atau sebaliknya, maka cukup mencari suara tambahan 5-7 persen bagi Prabowo maupun Ganjar supaya bisa memenangi laga politik lima tahunan ini.

“Ketika lima sampai tujuh persen itu dibutuhkan, NU sebagai basis masa terbesar di Indonesia saya kira sangat bisa,” ujar Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010-2019 yang akrab dipanggil Dodi ini.

Lebih jauh Doktor ilmu politik dari Ohio State University (OSU) Amerika Serikat ini menganalisa, dukungan dari NU sangat diperlukan karena organisasi yang kini telah berusia dua abad ini memiliki basis massa loyal tradisional yang cukup bisa digerakkan oleh sebuah tim. NU juga memiliki pengalaman menggerakkan massa dan banyak tokoh NU yang memiliki pengalaman elektoral.

Selama ini, ujar Dodi, karena pengurus PBNU terikat khittah untuk tidak berpolitik praktis, mereka tidak bisa secara terang-terangan menggerakkan warga NU sehingga di setiap pemilihan legislatif suara nahdliyin tersebar di banyak partai politik. Padahal di luar struktur, PBNU bisa membentuk tim bersifat adhoc.

“Ini misalnya, yang bisa menjadi semacam mesin komando yang merencanakan strategi untuk mengajak pulang kandang warganya dałam satu komando PBNU,” kata Dodi seraya menambahkan, struktur formal di NU memang berbentuk semacam federasi yang memiliki pemimpinnya di masing-masing pondok pesantren.

“Namun dengan “Mesin Komando” yang dibikin PBNU bukan tidak mungkin pondok-pondok pesantren maupun warga NU akan ikut dalam satu barisan bergerak memenangkan calon yang didukung PBNU,” paparnya.

Selain suara dari NU, Dodi juga melihat ada faktor lain yang bisa menjadi panentu kemenangan yakni dukungan dari Presiden Joko Widodo. Kalau magnet Presiden Jokowi itu, menurutnya, sebagai presiden yang punya banyak atribut yang disukai pemilih dan sentimennya positif.

“Kalau NU punya basis massa besar. Jadi, dua-duanya baik NU dan Presiden Jokowi saya kira akan menentukan apalagi tambahan suara yang diperlukan hanya 5-7 persen,” tandas dosen departemen Sosiologi UGM ini. (*/Ful)