Pembahasan RUU Energi Baru Terbarukan, Masih Sebatas Pembahasan DPR dengan Pemerintah

by
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti Widya Putri. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti Widya Putri mengatakan bahwa proses pembahasan rancangan undang-undang (RUU) energi baru terbarukan (EBT) terus dilakukan antara DPR dengan Pemerintah.

Ia mengatakan tujuan RUU tersebut untuk mengedepankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, tanpa mengesampingkan dampak kondisi lingkungan.

“Asal muasalnya adalah ya kita berniat bagaimana kita bisa mengedepankan pertumbuhan ekonomi, mensejahterakan masyarakat tanpa kita lupa dengan lingkungan hidup, makanya kenapa energi bersih atau transisi energi ini harus ada payung hukumnya,” kata Roro dalam acara diskusi Forum Legislasi dengan tema: RUU EBT untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan Adil dan Berkelanjutan, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (13/6/2023).

Ia mengungkapkan bahwa selama ini energi ramah lingkungan selalu kalah dengan energi fosil, yang dari harga lebih terjangkau dan kompetitif. Sehingga, sambung dia, untuk melakukan transisi energi diperlukan payung hukum, yang juga berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat secara keseluruhan.

“Kalau kita melihat dari segi nilai tambahnya itu banyak sebetulnya, tapi karena negara Indonesia terlalu nyaman dengan situasi saat ini dan kurang ada greget untuk kemudian berubah, ini menjadi kendala,” papar dia.

Melihat itu semua, kata Roro yang membuat Komisi VII DPR bersepakat mendorong adanya political will kepada pemerintah bahwa ini bukan hanya keyakinan dan tapi keinginan masyarakat untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

“Melalui (rancangan,red) undang-undang ini, kita berharap bahwa permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan bisa segera terselesaikan, meski memang realitanya tidak segampang itu,” ujar politikus dari Fraksi Partai Golkar itu.

Oleh karena itu, Roro pun berharap agar RUU EBT ini dapat kembali dibahas. Sebab, dari 500 poin yang ada dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) baru sekitar seratus poin yang dibahas.

Karena, ungkap dia, di dalam undang-undangnya sendiri banyak sekali isu-isu dan pasal-pasal yang kemudian menjadi perdebatan antar fraksi atau pemerintah, misalnya dari penentuan judul saja.

“Kita membahas dari segi judul kenapa enggak sebaiknya RUU energi terbarukan saja, kenapa harus ada unsur energi baru, energi baru kan masih fosil, dalam arti kata belum seutuhnya ramah lingkungan,” pungkasnya. (Jal)