Empat Korban Kriminalisasi Investasi Kirim Surat Terbuka ke Jokowi

by
by
Empat terdakwa korban kriminalisasi meminta keadilan ke Presiden Jokowi. (Foto: */isa)

BERITABUANA.CO,JAKARTA – Empat terdakwa korban kriminalisasi investasi di Manado mengirimkan surat terbuka ke Presiden RI, Joko Widodo.

Keempatnya didakwa korupsi dana pengelolaan aset PDAM dengan PT Air Manado Rp55,9 miliar. Mereka menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan maksud memohon bantuan hukum.

Surat tersebut berisi harapan agar Jokowi mengusut adanya dikriminalisasi dalam kasus tersebut.

Surat itu ditandatangani empat terdakwa tersangka korupsi, yaitu mantan Ketua DPRD Kota Manado 2005-2009 Ferro J Taroreh, mantan Dirut PDAM Manado 2005-2006 Hanny Roring, anggota Badan Pengawas PDAM Manado 2005-2006 Jan Wawo, serta mantan Dirut PT Tirta Air Sulawesi atau perwakilan NV WMD Belanda di Indonesia Joko T Suroso.

Penasehat hukum terdakwa, Iwan Ridwan Wikarta membenarkan adanya surat tersebut. Dikirimnya surat terbuka ke Presiden lantaran adanya kriminalisasi dan pengambilalihan secara paksa perusahaan patungan yang sedang beroperasi.

Pasalnya, Iwan menerangkan keempat terdakwa adalah korban kriminalisasi investasi. Hal itu lantaran tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut, melainkan utang dari PDAM Manado ke pihak WMD Belanda.

“Bagaimana bisa ada kerugian negara, orang PDAM Manado yang punya hutang,” ungkap Iwan kepada wartawan, Kamis (11/5).

“Yang namanya korupsi kan pasti ada uang negara yang diputar, ini bagaimana ceritanya uang negara satu sen pun gak ada,” terangnya.

Bahkan, Iwan menyebut yang menjadi korban kriminalisasi investasi ini banyak pihak bukan hanya satu orang.

“Pak joko (salah satu terdakwa) kini ditahan dan tengah menunggu sidang gugatan pokok,” ucap Iwan.

Dalam surat tersebut, keempatnya mengawali pernyataan dengan menyinggung ulah oknum penegak hukum yang dianggap berbuat semaunya. Tanpa tedeng aling-aling, keempatnya sudah 8 bulan mendekam di tahanan sejak kasus ini bergulir.

“Di antara kami ada sudah ditahan hampir 8 bulan, terpisah dari istri, anak, cucu dan handai taulan, kebebasan kami disandera,” paparnya dalam surat terbuka kepada Jokowi.

Dalam surat tersebut dijelaskan kasus yang menjeratnya berawal dari perusahaan Belanda datang ke Manado atas permintaan pemerintah daerah untuk berinvestasi bidang air bersih.

Kemudian melalui surat perjanjian (perdata), perusahaan Belanda telah berinvestasi kurang lebih Rp160 miliar.

Alih-alih kerjasama, pihak PDAM Manado diduga tak membayar sepeserpun hasil keuntungan dari investasi. Sementara PDAM/Pemkot diduga telah menerima hampir Rp20 miliar selama kerja sama dengan perusahaan investor dari Belanda sejak 2005.

“Hanya karena PDAM Kota Manado tidak mau membayar kewajibannya ke Belanda lalu menggunakan tangan oknum Kejati Sulut memidanakan kami dan mengambil alih secara paksa (kudeta) perusahaan patungan (Belanda dan Indonesia) yang masih beroperasi,” ungkap korban kriminalisasi investasi dalam surat.

Keempat terdakwa mengaku sudah mengirimkan surat ke BPKM, Jaksa Agung hingga jajaran kabinet di pemerintahan Jokowi. Bahkan, mereka sudah pernah ke kantor Jokowi sampai dua kali namun tidak membuahkan hasil.

“Kami memahami Pak Jokowi selalu menekankan pentingnya investasi asing di Indonesia. Namun di Manado investor dari Belanda diperlakukan semena-mena dan tanpa ragu-ragu mengorbankan anak bangsa. Kami yang dizalimi dan dikriminalisasi,” tulis keempatnya dalam surat itu.

Mereka mengaku sampai kebingungan mau mengadu ke mana lagi dengan dalih mencari keadilan. Hal itu lantaran salah satu terdakwa juga sudah mengajukan praperadilan dan eksepsi namun ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Manado.

“Kami tahu risikonya dengan membuat surat seperti ini maka kezaliman kepada kami bisa bertambah-tambah. Tapi kami yakin Presiden Jokowi yang sangat banyak membantu kaum tertindas,” ujarnya.

Keempat korban kriminalisasi investasi ini berharap melalui surat terbuka, penegak hukum dapat menindaklanjuti maraknya kriminalisasi dan pengambilalihan secara paksa perusahaan patungan yang sedang beroperasi.

Mereka juga mendesak pemerintah agar melakukan pengawasan dan penindakan kepada penegak-penegak hukum yang zalim karena motif-motif tertentu kepada rakyat bisa dicegah dan diberhentikan.

“Dengan segala kerendahan hati, kami mohon bantuan Presiden Jokowi dan Mahfud MD. Tolonglah, tolonglah kami yang dizalimi, yang sengsara di dalam penjara, menangis dan berdoa setiap hari bersama keluarga besar kami,” tandasnya.

Adapun perusahaan asal Belanda WMD/BVTS tak hanya kerja sama dengan Kota Manado, tapi juga dengan Kota Ambon, Kota Sorong, Kabupaten Biak, dan Kabupaten Merauke.

Dengan pola kerja yang sama dengan yang dilakukan di Kota Manado, semuanya sudah selesai dengan membayar hutang yang telah disepakati setelah negosiasi, kecuali Manado.

Saat pembahasan pengakhiran kerjasama, tepatnya pada 2017, kesepakatan keduabelah pihak, yakni perusahaan Belanda dan PDAM Manado setuju untuk PDAM membayar hutang sesuai yang disepakati.

Namun, pada 2020, Iwan menyatakan Dirut PDAM Kota Manado menolak bayar hutang sekalipun ditawari negoisasi lebih lanjut menolak juga untuk menggunakan investor.

“Tetapi PDAM diam-diam menandatanngani MOU dengan investor dari Jakarta,” tuturnya. Oisa