Angkat Suara Terkait Perubahan Sistem Pemilu 2024, SBY: Lakukan Perembukan Bersama

by
Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Susilo Bambang Yudhoyono memberi catatan tentang urgensi penting atau tidaknya perubahan sistem pemilu. Kata SBY, begitu dirinya biasa disapa, di masa ‘tenang’ saat Ini, bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan ‘judicial review’ ke Mahkama Konstituti (MK).

“Informasinya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan,” katanya dalam keterangan pers resmi yang diterima di Jakarta, Minggu (19/2/2023).

SBY memberikan catatan benarkah sebuah sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai sesuai dengan agenda dan ‘timeline’ yang ditetapkan KPU RI. Atau, tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan, kalau MK memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini.

“Pertimbangan lainnya, apakah saat ini ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan?” katanya lagi.

Menurut Presiden Keenam RI ini, mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun di masa ‘tenang’, bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan ‘judicial review’ ke MK.

“Memang, sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa disempurnakan karena melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, hendaknya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka-tertutup,” kata dia lagi.

Dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan sistem demokrasi yang sehat, masih kata SBY, ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak. Karena, jika hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, maka bentuk negara, sistem pemerintahan, dan sistem pemilu pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara, perlu dilibatkan.

“Ada yang menggunakan sistem referendum formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal,” ucap SBY seraya menekankan bahwa lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan.

“Menurut pendapat saya, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan (‘policy’) biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional (kebijakan pembangunan misalnya),” sambungnya lagi.

Sebab bagaimana pun, menurut SBY, rakyat perlu diajak bicara, dan semua pihak harus membuka diri juga mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat.

“Jangan menyatakan ‘itu urusan saya dan saya yang punya kuasa’, untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik ‘yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah’, tentu bukan pilihan. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama,” pungkasnya. (Asim)