Kobu: Inggit Perempuan Tangguh, Jasanya Luar Biasa Bagi Kemerdekaan RI

by
Pendiri Institut Marhaen Jakobus Kamarlo Mayong Padang. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pendiri Institut Marhaen Jakobus Kamarlo Mayong Padang menyatakan, Inggit Garnasih merupakan perempuan tangguh dari Tatar Sunda yang berjasa besar buat bangsa ini. Kemampuan Soekarno menyalakan api nasionalisme yang kemudian membakar semangat putra putri di Nusantara untuk bangkit berjuang, justru tak lepas dari peran besar Inggit Garnasih.

Karena itu, Jakobus Mayong Padang dalam keterangan tertulis yang diterima beritabuana.co, Rabu (1/2/2023) mengusulkan, tidak  hanya diberi gelar pahlawan nasional, patung besar Inggit Garnasih  perlu dibuat di tengah kota Bandung serta  namanya diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Hal itu dikatakannya menanggapi perintah Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk memperjuangkan Inggit Garnasih sebagai Pahlawan Nasional.

“Memberi gelar pahlawan nasional, membuat patung dan mengabadikan nama Inggit Garnasih sebagai jalan, suatu kewajiban sebagai wujud penghargaan kita pada jasa besarnya,” kata Kobu, demikian dirinya biasa disapa.

Kobu menganggap, sikap Megawati tersebut sebuah berita penting dan menggembirakan.

“Berita yang sangat penting, yang sangat membahagiakan saya,” ucap Kobu.

Seperti diketahui, saat memberi sambutan di acara Senam Indonesia Cinta Tanah Air di Gedung Sate Kota Bandung, Sabtu (28/1/2023) lalu, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto  menyampaikan pesan Megawati yakni memperjuangkan Inggit Garnasih sebagai pahlawan Nasional.

“Tadi saya sampaikan pesan Ibu Megawati kepada pak Ridwan Kamil terkait dengan Ibu Inggit, mari kita perjuangkan sebagai pahlawan nasional,” kata Hasto di acara yang ikut dihadiri Gubernur Jawa Barat itu.

Inggit Garnasih adalah istri kedua dari  Soekarno, yang dinikahi tahun 1923 di Bandung. Kemudian mereka bercerai di Jakarta tahun 1942. Pada tanggal 13 April 1984, Inggit meninggal dunia di kota kelahirannya, Bandung.

Meski Soekarno dan Inggit bercerai, namun menurut Kobu , sejarah perjuangan mereka tidak bisa dipisahkan.

Kobu menyatakan kebahagiannya mendengar perintah Megawati Soekarnoputri tersebut. Dia bahagia, karena pada akhirnya, perjuangannya atas Inggit Garnasih agar ditetapkan sebagai pahlawan nasional akan terwujud.

“Kepada para cucu Inggit, kepada para pemerhati yang kadang putus asa, saya selalu  bilang; cepat atau lambat, Inggit Garnasih  akan diakui sebagai pahlawan. Jasanya yang luar biasa tidak bisa menghambatnya untuk menjadi pahlawan nasional,” tambahnya lagi.

Kobu yang pernah anggota DPR RI dan Wakil Sekjen DPP PDI P ini memang sejak lama sudah pernah mengusulkan Inggit Garnasih sebagai pahlawan nasional. Setiap tahun, dia rutin datang ke Bandung khusus menapaki jejak Soekarno dan Inggit Garnasih.

Bagi Kobu, Soekarno seorang tokoh dunia, tapi sungguh prihatin, karena banyak orang mengaku mengaguminya, tapi tidak perduli dengan peninggalannya. Seperti rumahnya di Bandung, justru tak terawat. Pada hal menurut Kobu, di rumah itu lah dulu, Soekarno dengan teman-temannya berdiskusi siang malam menenun Indonesia.

“Bung Karno berjasa besar membebaskan negeri ini dari penjajahan ,” ujarnya.

Namun kata Kobu, masih sangat sedikit yang paham   bahwa kemampuan Bung Karno  menyalakan api nasionalisme, yang lalu membakar semangat putra putri di Nusantara ini untuk bangkit berjuang, tak lepas dari peran besar Inggit Garnasih.

Karena itu, dia menghimbau, pemerintah dan segenap komponen masyarakat yang  menyadari beratnya perjuangan memerdekakan negeri ini, mestinya ikut menyadari dan mensosialisasikan bahwa di antara para pejuang bangsa yang selama ini sudah dikenal luas, sudah diajarkan di sekolah-sekolah dan sudah dianugerahi gelar pahlawan nasional, masih ada satu yang tertinggal, bahkan dilupakan, yaitu Inggit Garnasih.

Mengutip pendapat seorang rekannya, Kobu menyatakan, kematangan jiwa dan idiologi Bung Karno justru terbentuk di Bandung. Dan kata dia, siapapun tahu kehidupan Bung Karno di Bandung tidak bisa dipisahkan dari Inggit. Bahkan Bung Karno sendiri mengakui karena peran Inggit lah ia bisa berjuang.

“Masuk akal dan memang tidak terbantahkan. Sebab Bung Karno sudah menjadi magnet saat itu sehingga waktu dan energinya sepenuhnya tersita untuk pergerakan. Dan hampir tiada hari tanpa orang datang berdiskusi ke rumahnya yang kadang pagi sampai larut malam,” ujarnya.

Lalu dari mana biaya untuk membeli gula, kopi dan rokok mereka , termasuk biaya untuk kehidupan? Menurut Kobu, hal  Inilah yang diabaikan orang,  termasuk mereka yang di panitia penyeleksi pahlawan nasional, Inggit lah  yang kerja keras mencari uang untuk berbagai kebutuhan hidupnya bersama Bung Karno.

Malam hari, perempuan cantik kelahiran Desa Kamasan, Banjaran itu membuat jamu dan menjahit lalu menjualnya siang hari.

“Itulah yang membiayai kehidupan mereka, karena Bung Karno sepenuhnya berkonsentrasi untuk pergerakan. Alangkah repot nya  seorang Inggit, dan itu bukan untuk satu minggu, satu bulan atau setahun, melainkan bertahun-tahun. Sepenuhnya karena Inggit. Sungguh penderitaan yang tidak ringan,” kata Kobu.

Tak sampai disitu, saat Bung Karno bersama Gatot Mangkoedipradja, Maskoen dan Sulriadinata di tahan pemerintah kolonial di Banceuy, Inggit lah yang rutin datang membawakan makanan . Perempuan ini kadang terpaksa jalan kaki jika sedang tidak punya uang.

Kobu menjelaskan, ketempat  tahanan bukan hanya urusan makanan, melainkan juga masalah politik dan ini beban yang lebih berat. Menurut Kobu,  Inggit sesungguhnya tidak terlatih untuk hal yang satu ini , namun ia harus melakoninya, yakni menjadi penghubung antara Bung Karno dan kawannya di dalam sel dengan kawan-kawan pergerakan di luar.

“Karenanya Inggit harus bergerilya untuk menyampaikan pesan Bung Karno dan mendapatkan berita dan informasi untuk disampaikan ke Bung Karno. Sudah cukup? Belum, ini yang lebih berat lagi. Inggit harus mencari bahan dan menyelundupkan nya untuk menjadi bahan Bung Karno menyusun pledoi nya yang kemudian sangat terkenal; Indonesia Menggugat,” urainya.

Kobu mengagumi Inggit, karena sudah  repot di rumah dengan membuat dan menjual jamu untuk kehidupan, Inggit masih harus mengerjakan pekerjaan yang lebih berat lagi. Tetapi ia tabah dan tekun  karena ia sadar apa yang diperjuangkannya bersama Bung Karno adalah untuk kemerdekaan bangsanya.

“Inggit sangat paham itu karena dia lah yang menjadi penterjemah ke bahasa Sunda jika Bung Karno ke desa-desa mengadakan penyadaran bagi masyarakat,” katanya.

Kobu menegaskan, selama kurang lebih 20 tahun, Inggit Garnasih ikut berjuang bersama suaminya Soekarno, termasuk ketika  menemani  Bung Karno saat diasingkan ke Ende dan Bengkulu, saat di mana mental Inggit jauh lebih kuat daripada Bung Karno. Inggit kata Kobu, tidak pernah mengeluh sekalipun bahkan perjalanan yang sangat berat sekalipun, rela dijalani karena sadar ia harus menjadi motivator bagi Bung Karno.

“Karenanya ia tidak sekalipun mengeluh ketika ia harus ikut jalan kaki melewati hutan rimba saat pelarian dari Bengkulu ke Padang. Jalan kaki sehari semalam lewat hutan rimba dalam keadaan berkebaya sebagai bagian dari perjuangan untuk memerdekakan Indonesia,” kata Kobu.

“Sungguh berat dan pasti tidak banyak perempuan yang bisa melakukan itu, bahkan laki-laki sekalipun jika tidak, jika jiwanya tidak terpanggil untuk berjuang,” sambungnya lagi. (Asim)