Tuntutan Penambahan Masa Jabatan Kades, Godaan Parpol Tertentu

by
Para narasumber di acara Gelora Talks ke-79 bertajuk 'Aparat Desa Unjuk Aksi, DPR Beraksi, Ada Apa?, Rabu kemarin (25/1/2023). (Foto: GMC)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wacana penambahan masa jabatan Kepala Desa (Kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun, karena godaan dari partai politik (Parpol) tertentu. Sebab, Kades yang menyuarakan usulan penambahan masa jabatan itu, tidak lebih dari 15 persen.

Hal ini dibongkar Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO APDESI), Muhammad Asri Anas dalam Gelora Talks ke-79 bertajuk ‘Aparat Desa Unjuk Aksi, DPR Beraksi, Ada Apa?, Rabu kemarin (25/1/2023).

Apalagi, lanjut Asri Anas, para Kades yang melakukan aksi di Gedung DPR RI tersebut dituntut untuk membuat video ucapan selamat kepada partai tertentu, bahwa aspirasi penambahan jabatan telah disuarakan.

“Makanya kami menganggap, bahwa ini godaan dari, ya mohon maaf ya, saya sebut saja partai politik, politisi ini kok enggak berdinamika bicara tentang substansi. Dan Kepala Desa yang mendukung itu, hanya sekitar 15 persen, tidak mewakili semua, dan  para kepala desa itu diminta buat video ucapan selamat,” ujarnya lagi.

Hal ini tentu saja membuat APDESI menjadi terbelah, karena ada Kepala Desa yang mendukung penambahan jabatan 9 tahun, dan ada yang menilai masa jabatan 6 tahun 3 periode sudah cukup.

“Udah luar biasa itu kalau periodisasi,” tutur Asri Anas seraya berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI segera mengambil sikap untuk mengakhiri pro kontra penambahan masa jabatan kepala daerah.

Sebab, menurut dia, isu perpanjangan masa jabatan cukup sensitif dan membuat pemerintahan Desa di seluruh Indonesia menjadi terbelah.

“Ini termasuk isu yang cukup sensitif dan dan membuat terbelah pemerintahan desa di Indonesia. Kami berharap DPR dan pemerintah cepat mengambil sikap, teman-teman APDESI menunggu hal itu,” tegas mantan Anggota DPD RI ini.

Mengamini pernyataan Asri Anas, Ketua Umum APDESI versi Arifin Abdul Majid menambahkan, bahwa usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun belum menjadi kesepakatan bersama di internal APDESI, karena hanya disuarakan sebagai kecil anggota.

Ia pun tak menampik usulan masa jabatan itu dapat dipolitisasi berkaitan kepentingan Pemilu 2024 lantaran terkesan ada yang menggerakan mereka untuk menyuarakan hal itu ke DPR RI.

“Nah yang menjadikan masalah ini akan jadi bumerang bagi kepala desa yang seolah-olah usulan kemarin itu seolah-olah sudah ditetapkan dan mereka euphoria dengan sendirinya, bahwa masa jabatan mereka itu akan diperpanjang menjadi 9 tahun,” kata Arifin.

Arifin takut APDESI terjebak oleh gerakan politik menjelang Pemilu 2024, meskipun usulan penambahan masa jabatan kepala desa itu, hak asasi anggota. Namun, gerakan tersebut bisa mempengaruhi penilaian maupun citra publik terhadap APDESI.

“Jadi soal masa jabatan sebenarnya kita sudah pernah mengalami satu tahun pernah, 4 tahun pernah, 5 tahun pernah, 8 tahun pernah dan pernah juga 10 tahun,” katanya.

Ia menegaskan, Undang-Undang (UU) tentang Desa sekarang sebenarnya sudah cukup mengakomodasi kepentingan masyarakat desa dan pemerintah desa.

“UU Desa sekarang sudah bagus, belum perlu direvisi untuk saat ini, laksanakan saja dulu. Tapi yang perlu dibicarakan sekarang adalah masalah turunan atau regulasi dari UU Desa. Sehingga penyelenggaraan pemeritahan dan pembangunan di desa berjalan dengan baik,” pungkasnya. (Asim)