Marwan Cik Asan: Rakyat Miskin Bertambah Karena Kenaikan Harga BBM

by
Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan.

BERITABUANA.CO, JAKARTA –Naiknya angka kemiskinan pada 2022 tidak lepas dari kebijakan pemerintah menaikan harga BBM awal Maret 2022 dengan rata-rata kenaikan sebesar 30 persen.

Itulah sebabnya, sejak awal Fraksi Partai Demokrat (FPD) mengingatkan dampak negatif kenaikan tersebut.

“Keputusan menaikan harga BBM tidak hanya menambah beban APBN, tapi juga jelas memberikan beban baru kepada masyarakat. Secara awam pun, masyarakat sudah memperkirakan efek dominonya. Transportasi, biaya pendidikan, kesehatan dan harga kebutuhan pokoh naik. Padahal kita belum pulih dihajar pandemi Covid-19,’’ kata Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan, Selasa (17/1/2023).

Belum lama, Badan Pusat Statisitik (BPS) merilis meningkatnya angka kemiskinan pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022. Kenaikan tingkat kemiskinan terjadi di wilayah perkotaan dan pedesaan dengan presentasi kenaikan diperkotaan naik menjadi 7,53 dan pedesaan naik menjadi 12,36 persen pada September 2022.

Kondisi inilah yang menurut Marwan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan kenaikan harga BBM. Menurut dia, kebijakan tersebut diambil pemerintah sebagai respon atas kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada naiknya beban subsidi yang harus ditanggung APBN.

Masalahnya, kata Marwan, jika dicermati kenaikan harga BBM tidak hanya menaikkan beban subsidi, namun juga menaikkan penerimaan negara, baik penerimaan pajak yang meningkat 15 persen maupun penerimaan bukan pajak yang bertambah 5 persen. Sehingga defisit APBN dapat menurun dari 4,5 persen.

“Kondisi ini menggambarkan bahwa kenaikan harga minyak turut serta menyehatkan postur APBN lewat kenaikan penerimaan pajak dan turunnya perkiraan angka defisit APBN tanpa harus menaikan subsidi BBM. Kami sudah sampaikan ini, dulu ketika kenaikan harga BBM menjadi perdebatan,’’ papar politikus Demokrat tersebut.

Untuk meredam kesulitan masyarakat, pemerintah memang menjalankan program bantuan sosial sebesar Rp24 triliun. Namun jumlah tersebut hanya mampu menolong sebagian kecil masyarakat miskin dan rentan miskin.

“Sementara sebagian masyarakat yang rentan miskin akan turun menjadi kategori miskin, hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah orang miskin menjadi 26,36 juta orang pada September 2022,’’ lanjut Sekretaris Fraksi Partai Demokrat ini.

Beberapa waktu lalu, FPD juga mengusulkan kepada pemerintah untuk menambah kuota BBM hingga mencapai 29 juta kilo liter tanpa harus menaikkan harga BBM. Postur APBN 2022 masih cukup mampu menopang besaran subsidi energi tanpa harus menaikan harga BBM.

‘’Saat itu kami yakin postur APBN aman menopang subsidi tanpa menaikkan BBM. Pertimbangannya, beban kompensasi BBM dapat dialihkan pada tahun 2023 sebagaimana telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga beban subsidi BBM sebagian dibebankan pada APBN 2023 dengan konsekuensi pemerintah harus melakukan realokasi anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya, termasuk penundaan beberapa program infrastruktur,’’ jelas Marwan lagi.

Dalam pelaksanaan APBN pemerintah seharusnya harus lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat, sebagaimana Amanah pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

Pencapaian defisit APBN 2022 di bawah 3 persen tidak memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, ini menunjukan bahwa beberapa program pemerintah belum tepat sasaran termasuk alokasi anggaran bantuan sosial tahun 2022 yang belum efektif dalam mengatasi dampak kenaikan harga BBM.

Untuk pelaksanaan APBN 2023 FPD meminta kepada pemerintah untuk fokus pada peningkatan daya beli masyarakat bawah agar tingkat kemiskinan dapat ditekan.

“Pemerintah perlu mewaspadai terjadinya resesi global tahun 2023 yang akan berdampak pada perekonomian nasional. Pemerintah perlu melakukan realokasi anggaran yang lebih fokus pada peningkatan daya beli masyarakat, melakukan penyempurnaan penyaluran subsidi dan bantuan sosial yang lebih tepat sasaran,’’ pungkasnya. (JAT)