Sangat Mungkin di Indonesia Terjadi Krisis Perbankan

by
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan krisis perbankan kembali terjadi di Indonesia. Sebab, terlihat sudah ada tiga ancaman risiko besar yang bisa menyulut krisis tersebut.

Tiga ancaman itu yakni, kompetisi dengan financial technology (fintech) dan e-commerce, perubahan preferensi pelanggan, dan regulasi.

“Nah kalau kita mau lihat ke depan, bagaimana environment kita (perbankan) ke depan? Kemungkinan ada challenge dan mungkin potential crisis,” kata pria yang saat ini tengah menjabat sebagai Komisaris BNI dalam acara CEO Banking Forum, Senin (9/1/2023).

Potensi krisis ini lanjut Agus, pertama disebabkan oleh munculnya persaingan bank dan fintech dalam mendapatkan tenaga kerja.

“Betul-betul sekarang kalau kita katakan orang-orang terbaik di market kalau ditanya mereka mungkin tidak prioritas kepada perbankan, minatnya mereka lebih senang dengan tech industri,” ujarnya.

Selain itu, ancaman kedua menurutnya datang dari perubahan yang terjadi pada preferensi pelanggan. Dimana pasca pandemi Covid-19 ia menilai pelanggan akan lebih suka melakukan transaksi digital.

“Yang kedua, customer preference itu berubah, karena customer behavior dia melihat ‘saya sekarang ini apalagi setelah pandemi saya senangnya yang digital karena kelihatannya ini akan membuat customer experience yang lebih baik untuk saya. Jadi itu, ada perubahan customer preference,” lanjutnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan potensi krisis juga datang dari regulasi. Ia menilai Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah memberikan banyak perubahan pada sektor keuangan. Perubahan-perubahan inilah yang menurutnya jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas perbankan maka dapat menjadi ancaman besar bagi perbankan itu sendiri.

Dalam UU P2SK itu, dia menilai Bank Indonesia objektifnya tidak hanya menjaga nilai tukar dan inflasi rendah, tapi merangkap fungsi untuk mendorong pembangunan.

“Jadi peran dari pada bank sentral bergeser kembali bahwa dia juga punya tujuan untuk pembangunan. Kita juga tahu bahwa di UU P2SK yang namanya Bank Perkreditan Rakyat sekarang bisa ada kesempatan untuk melakukan transaksi valas, untuk melakukan transaksi remittance, dan sekarang ini diberikan kesempatan untuk ekspansi,” paparnya.

“Jadi ini belum selesai. Jadi saya mau mengatakan bahwa eksternal ada tantangan internal juga ada tantangan,” pungkasnya.  (*/Ram)