Kejagung Tahan Dirjen Industri Kimia Farmasi Kemenprin, Tersangka Korupsi Impor Garam

by
by
Dirjen Kimia Farma dan Tekstil Kemenprin, MK (tengah) bersama tiga tersangka lain saat menuju mobil tahanan dari Gedung Bundar, Kejagung. (Foto : Puspenkum)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Tiga pejabat Kementerian Perindustrian secara resmi ditahan oleh tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) setelah dietapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap impor garam.

Masing – masing adalah Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Insinyur MK, Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, FJ, Kepala Sub Direktorat Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, YA. Termasuk juga Ketua Asosiasi Industri Pengelola Garam, FTT.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka usai tim penyidik melakukan gelar perkara dan menemukan bukti – bukti yang cukup atas dugaan keterlibatan kasus tersebut.

“Semua tersangka langsung kami tahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, dan satu diantaranya di Rutan Kejari Jakarta Selatan,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi yang didampingi Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana bersama Kasubdit TPPU, Pranowo dalam keterangan persnya, Rabu (2/11/2022), di Jakarta.

Menurutnya, mereka itu disangkakan Pasal 2, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 KUHP.

Seperti diketahui, Kejagung sebelumnya tengah menyidik kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam periode 2016-2022. Tim penyidik menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan pada 27 Juni 2022 lalu.

Saat itu Jaksa Agung Burhanuddin pernah mengatakan, pada 2018, Kemendag menerbitkan kuota persetujuan impor garam.

Menurutnya, ada 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri atau setidaknya sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp 2.054.310.721.560.

Akan tetapi, menurut Jaksa Agung, proses itu dilakukan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia. Hal ini kemudian mengakibatkan garam industri melimpah.

Untuk mengatasinya, para importir mengalihkan garam itu dengan cara melawan hukum, yakni garam industri itu diperuntukkan menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan merugikan perekonomian negara. Oisa