Agar Aman Bermedsos, Netizen Perlu Saring Sebelum Sharing Informasi

by
Diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Menjadi Nitizen Yang Bijak Dalam Bermedia Sosial". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Berita bohong (hoaks), cyber bullying, dan ujaran kebencian, merupakan beberapa contoh konten negatif yang rentan ditemui di internet. Untuk mencegah diri terpapar konten negatif, netizen (warganet) harus lebih bijak dalam bermedia sosial, dan menyaring informasi.

Peneliti, Penulis, dan Dosen STAISPA Pandanaran Yogyakarta Ahmad Wahyu Sudrajad menyatakan, era digital sekarang ini, proses penyebaran informasi kerap tidak lagi melihat nilai-nilai atau norma budaya bangsa Indonesia.

“Tidak sedikit orang yang tergoda dengan hal-hal yang menimbulkan syahwat, misal konten video pornografi, bahkan sampai dapat mengalami ketagihan,” kata Wahyu dalam diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Menjadi Nitizen Yang Bijak Dalam Bermedia Sosial” pada Senin (3/10/22).

Era digital atau globalisasi, lanjut Wahyu, juga berpengaruh terhadap budaya lokal. Di mana generasi sekarang semakin jauh dari adat istiadatnya

“Zaman akan berubah, maka sudah seharusnya meninggalkan jejak yang dapat dimanfaatkan bagi anak cucu. Selain itu warisan budaya serta moral adat istiadat perlu menjadi akar identitas anak muda, supaya tidak mudah goyah dengan arus zaman,” tegas Wahyu.

Dosen Departemen Sosiologi FISIPOL UGM
Mustaghfiroh Rahayu menambahkan, medsos adalah platform digital yang memfasilitasi penggunanya untuk saling berkomunikasi atau membagikan konten berupa tulisan, foto, video, sebagai aktivitas sosial pengguna. Namun, penggunaan internet sering tidak mengindahkan etika digital.

Menurut Rahayu, etika digital ditawarkan sebagai pedoman menggunakan berbagai platform digital secara sadar, tanggung jawab, berintegritas, dan menjunjung nilai-nilai kebajikan antar insan dalam menghadirkan diri. Kemudian berinteraksi, berpartisipasi, bertransaksi, dan berkolaborasi dengan menggunakan media digital.

“Internet adalah anugerah, tetapi bisa menjadi bencana manakala teknologi ‘hanya bisa mengendalikan kita’ manusia, tanpa jiwa-jiwa yang beretika,” kata Rahayu.

Sementara itu, dosen senior departemen manajemen dan kebijakan publik FISIPOL UGM Bevaola Kusumasari mengingatkan, pengguna internet untuk memahami simbol-simbol dalam aplikasi percakapan. Tujuannyam agar tidak terjebak.

Bevaola menjelaskan, simbol emoticon/emoji biasanya bermakna ganda dan kadang kala lebih kompleks dari yang dipikirkan oleh penggunanya. Misalnya, emoji tertawa sampai menangis.

“Jika tidak awas, penerima bisa saja mengira kita sedang menangis,” kata Bevaola.

Bevaola juga mengingatkan untuk mewaspadai konten-konten negatif. Konten negatif adalah substansi yang mengarah pada penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA, ujaran kebencian (hate speech), hoaks, perundungan di dunia maya (cyberbullying)

Dia mendorong agar netizen melawan banjirnya konten negatif tersebut.

“Keterkaitan antara kepuasan penggunaan internet dengan literasi digital seharusnya dapat seimbang, sehingga pemanfaatan teknologi dapat berjalan sesuai dengan kesadaran masyarakat dalam mempergunakan teknologi tersebut,” kata Bevaola.

Catatan: 

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media