Nakes Diminta Jaga Etika dalam Pemanfaatan Teknologi untuk Pelayanan Kesehatan

by
Diskusi #MakinCakapDigital oleh Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Digitalisasi untuk Pelayanan Kesehatan Lebih Baik". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Penggunaan teknologi kesehatan digital baik telemedisin (konsultasi online) ataupun tele-health mengalami perkembangan, bahkan layanan ini dianggap termasuk mengalami akselarasi cepat. Untuk itu, pemanfaatan digitalisasi pelayanan kesehatan harus benar-benar dioptimalkan oleh para tenaga kesehatan untuk tujuan yang baik.

Wakil Ketua Bidang HAL Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah, Arwani mengatakan, dengan segala kelebihan yang ditawarkan oleh digitalisasi pelayanan kesehatan, kode etik tenaga kesehatan (nakes) mesti di kedepankan.

“Mengapa penting ethical? Ibarat mata pisau manfaat versus mudlarat. Makanya, harus dioptimalkan untuk kemanfaatan,” ujar Arwani dalam diskusi #MakinCakapDigital oleh Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Digitalisasi untuk Pelayanan Kesehatan Lebih Baik” pada Selasa (30/8/2022).

Arwani memaparkan data Etika Digital Terbaik 2021 (Kementerian Kominfo, 2022), di mana, Provinsi Maluku Utara – 3,84, Aceh – 3,74, DKI Jakarta – 3,72, dan Jawa Tengah – 3,71.

Adapun indikator penilaiannya, sikap masyarakat terkait komentar negative di media social, mengunggah konten tanpa izin, menghargai privasi di media social, dan lain-lain.

Di tambah, survei Microsoft 2020 (rilis Februari 2021) pada 58.000 orang di 32 Negara, menyimpulkan antara lain netizen Indonesia paling tidak sopan di Asia Tenggara. “Indonesia menjadi negara dengan kasus cyberbullying terbesar nomor 1 di dunia,” tegas Arwani.

Alasan Arwani menerangkan terkait ini, karena tenaga kesehatan tidak luput dari masalah tidak menemapatkan etika dalam pemanfaatan teknologi dengan baik. Contoh, kasus viral mahasiswa keperawatan curhat memasang kateter, perawat & dokter selfi di depan korban pembacokan, dan kasus asik joget depan pasien yang akan melahirkan.

Dampak dari perilaku negatif ini kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan makin menurun. “Era digital adalah sebuah keniscayaan. Teknologi tidak memiliki etika – Perawatlah yang harus beretika. Pahami dan implementasikan prinsip etik dan regulasi (legal) dalam bermedia sosial. Perawat memiliki marwah,” kata Arwani mengingatkan.

Programmer & Konsultan IT/Staf IT Lesbumi PBNU Eka Y Saputra menambahkan, data medis adalah hal yang berharga dan sensitif yang perlu dijaga keamanannya oleh nakes. Data ini seperti identitas pasien, status kesehatan, diagnosis penyakit, jenis perawatan, catatan biogenetik.

“Kebocoran data ini pastinya memunculkan risiko. Misalnya, tekakan fisik dan mental, rugi material/finansial, dan sebagainya,” kata Eka.

Ia berpandangan, titik rawan sistem layanan medis digital, bocornya peralatan diagnostik, implan (pacu jantung, pompa insulin), serangan ransomware, Os (Software Out of Date), komunikasi via medsos dan pesan instan.

Sementara itu, Korprodi Ilmu Komunikasi Unsrat Manado Leviane Jackelin H. Lotulung menjelaskan, digitalisasi kesehatan itu untuk memperluas layanan telemedicine.

Kementerian Kesehatan sendiri mengandeng 11 aplikasi telemedicine, seperti Halodoc, Good Doctor, dan Alodokter. Tujuannya untuk menyediakan layanan konsultasi.

Digitalisasi kesehatan juga memudahkan membayar BPJS tepat waktu, membantu PMI dalam mengumpulkan donor darah. “Juga warga bantu warga, konseling online gratis untuk pendampingan. Menggalang kegotong-royongan di media sosial. Membantu mereka yang terkena musibah (sakit),” kata Leviane. (Kds)

Catatan:

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.