Pendampingan Orang Tua Harus Lebih Maksimal Jaga Anak di Internet

by
Diskusi daring #MakinCakapDigital oleh Kemenkominfo berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi bertajuk "Peran Keluarga dalam Pendampingan Anak di Era Digital".(Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Orang tua harus mengikuti perkembangan teknologi informasi agar memiliki bekal dalam membimbing anak berinteraksi dengan internet secara cerdas dan sehat. Termasuk menggunaan gadget dengan bijak serta memberikan pengertian akan jejak digital dan konsekuensinya kepad anak.

Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur, Anggun Puspitasari mengatakan, internet memang memberikan kemudahan-kemudahan bagi anak.

“Internet bisa membut komunikasi dan berkirim pesan lebih mudah, menonton hiburan sesuai dengan pilihan, mendapatkan informasi bisa dari mana saja, mempermudah kegiatan belajar,” kata Anggun dalam diskusi daring #MakinCakapDigital oleh Kemenkominfo berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi bertajuk “Peran Keluarga dalam Pendampingan Anak di Era Digital” pada Kamis (11/8/2022).

Namun disisi lain, Anggun mengingatkan para orang tua akan risiko dari internet. Misalnya, bisa membuat anak kecanduan game, terkena cyberbully, dan melihat konten yang tidak sesuai umur.

Anggun menyatakan, agar anak beretika di dunia digital, pendampingan orang tua atau orang yang lebih dewasa diperlukan.

“Terapkan batasan dan diskusikan dampak negatif dan positif. Gunakan sosial media dan games sesuai umur,” kata Anggun.

Anggun juga tak sungkan memberikan tips pendampingan anak. Yaitu, memastikan anak jangan pernah menanggapi pesan teks, email, gambar, atau video dari orang yang tidak dikenal. Berikan kepada orang tua terlebih dahulu.

“Tidak terlalu lama menghabiskan waktu untuk online. Terutama di malam hari,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Keluarga Kevikepan Kedu, Romo Agustinus Eko Wahyu Krisputranto menerangkan, bahwa tujuan perkawinan dalam Katolik adalah kesejahteraan suami istri, keterbukaan kepada keturunan, dan pendidikan anak.

“Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada calon suami-istri dalam perkawinan: Bersediakah anda berdua menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada anda berdua dan mendidik mereka menjadi orang Katolik yang setia?” tutur Romo Eko.

Dalam hal pendidikan anak yang penting ialah parenting (pengasuhan). Yaitu, proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sejak anak berada didalam kandungan sampai ia menjadi dewasa.

Lebih lanjut, Romo Eko menyebut bahwa anak-anak sekarang ini yang kelahiran antaran tahun 2011-2025, masuk dalam kategori generasi Alfa. Karakteristiknya, cerdas dan kritis, banyak informasi yang diterima dari internet, ingin serba instant dan tidak merepotkan. Juga snti sosial karena sibuk dengan gadget, teknologi adalah bagian dari gaya hidup, kreatif membuat sesuatu yang teliti dan menyenangkan (contoh: lego)

Kata Romo Eko, yang mesti dilakukan orang tua anak generasi alfa, ialah menjadi teladan dalam hal yang sederhana. Misalkan, aturan tidak boleh menggunakan ponsel saat quality time/ saat makan bersama.

“Dengan ini akan memberi kesan pada anak bahwa kita bisa tidak menggunakan ponsel saat tidak dibutuhkan,” kata Romo Eko.

Selanjutnya, mengajarkan anak pentingnya bersosialisasi agar social emosional mereka berkembang dengan baik, serta turut melatih dan mengembangkan aspek fisik motorik anak. Sebab, pengalaman adalah hal yang berharga.

“Turut membekali anak dengan nilai-nilai agama dan moral. Mendidik anak untuk tidak tergantung dengan teknologi. Memainkan peran secara maksimal sebagai teman diskusi, bertanya dan mencurahkan kasih sayang untuk anak,” ungkap Romo Eko.

Sementara itu, Dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta Supawi Pawenang, memaparkan data dari We are Social Hootsuite (2022) per Februari tentang 204,7 juta pengguna internet yang setara dengan 73,7% dari populasi penduduk Indonesia.

Angka tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya (2,1 juta atau naik 1%). Kemudian, Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 mengungkap bahwa dari tiga subindeks Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia yaitu akses dan infrastruktur, intensitas penggunaan, dan keahlian/kecakapan, subindeks keahlian yang memiliki skor paling rendah.

“Sebagai pilar dalam indeks informasi dan literasi data, masyarakat Indonesia dipandang perlu dalam mengakses, mencari, menyaring, dan memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan didistribusikan dari dan ke berbagai platform digital yang dimilikinya,” kata Supawi. (Kds)