Terkait Peningkatan PNBP Perikanan, DPR RI Desak KKP Jangan ‘Cekik’ Nelayan Kecil

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mendesak Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) untuk tidak terlalu ‘mencekik’ para nelayan kecil pengguna kapal ukuran 5Gt hingga 60GT dalam upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Melainkan upaya peningkatan PNBP diharapkannya, dapat lebih menyasar para korporasi besar yang bermain dalam industri perikanan.

“Yang kita harapkan itu kan PNBPnya besar tapi nelayan kecilnya itu happy, nah itu baru baru prestasi gitu loh. Tapi kalau kemudian targetnya besar penerimaannya juga memang bertambah tetapi ternyata ada komunitas nelayan kecil tercekik ini salah, karena apa nelayan kecil itu harus dilindungi. Dan Harapannya PNBP ini juga bisa lebih menyasar korporasi besar,” ujar Luluk dalam Rapat Dengar Pendapat bersama KKP di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).

Dalam rapat yang dihadiri Sekretaris Jenderal (Sekjend) KKP Antam Novambar itu, Luluk juga mengungkapkan penerapan tarif PNBP sebesar 5 persen untuk kapal nelayan kecil ukuran 5 GT hingga 60GT saat ini banyak dikeluhkan oleh nelayan. Pasalnya kenaikan tarif tersebut tidak serta merta memberi peningkatan sarana prasarana bagi para nelayan. Ditambah lagi dengan penerapan pungutan pasca produksi yang juga turut menyasar kapal kecil ukuran 1GT.

“Sedangkan pada tataran pasca produksi Kapal 1 GT pun juga terkena pungutan. Sementara di sisi lain bahwa kenaikan tarif PNBP ini sudah diterapkan bahkan kita juga mendapatkan masukan dari para nelayan kecil khususnya. Sementara di sisi lain infrastruktur dan sarana prasarana yang mereka dapatkan juga masih sangat terbatas,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, Luluk juga menyoroti sistem pengawasan yang dilakukan KKP dalam pemungutan PNBP terhadap korporasi industri perikanan. Dimana pada prakteknya para korporasi nakal diduga memindahkan ikan hasil tangkapannya di atas laut, dari kapal ke kapal dan langsung mengekspornya ke negara tujuan tanpa terlebih dahulu melalui transit di darat dan penghitungan PNBP di KKP.

“Di sisi lain ini ada problem yang kita temukan dan kita dengar nah ini perlu dicek dan diklarifikasi oleh KKP. Adanya model transaksi main pindah ikan dari kapal ke kapal di atas laut, sehingga enggak perlu dibawa ke daratan. Nah kalau kemudian di laut ya enggak ketahuan, karena begitu sampai di daratan enggak dia bawa itu ikannya sehingga enggak bisa dihitung enggak bisa dinilai berapa PNBPnya,” pukas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Sementara terkait pencapaian KKP dalam PNBP di tahun 2022 per bulan Mei ini yakni sebesar Rp657 Miliar. Menilai pencapaian itu bukan sebagai prestasi, mengingat target dari Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono yang menyatakan hingga Tahun 2024 mendatang KKP akan menyumbang sebesar Rp12 Triliun untuk PNBP hasil laut dan perikanan.

“Kenaikan penerimaan PNBP yang diklaim KKP ini agak sulit dikatakan sebagai prestasi KKP sebab faktanya kenaikan pungutan malah melemahkan produktifitas nelayan dan mencekik perekonomian nelayan. Bahkan jika dilihat dari target 12 Triliun sebagaimana yang dijanjikan Menteri KKP, maka penerimaan PNBP saat ini masih sangat kecil,” tegasnya.

Selain itu, dirinya juga meminta KKP lebih transparans dan menjalankan fungsi pengawasan yang serius dari pada penegak hukum terkait dengan pungutan, penerimaan dan realisasi PNBP ini.

“Harus dicegah praktik- praktik yang tidak fair apalagi gelap akibat pemberlakuan PP Nomor 85 tahun 2021,” tandasnya.

Sebelumnya pada rapat tersebut, Sekjend KKP Antam Novambar melaporkan adanya peningkatan PNBP hasil laut yang berhasil dikumpulkan KKP pada tahun 2022 ini, terhitung sejak Januari hingga Mei 2022 pihaknya telah berhasil mengumpulkan sebanyak Rp657 Miliar. Angka tersebut dinilai telah mengalami peningkatan yang drastis dibandingkan pencapaian PNBP di tahun 2021 yang hanya mencapai angka Rp 995,74 Miliar. (Jimmy)