Anis Matta Menyoroti Etika Menteri yang Bermanuver Jelang Pemilu

by
Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Anis Matta bersama Sekjen Mahfuz Sidik. (Foto: Humas Partai Gelora)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menyoroti persoalan etika menteri yang melakukan manuver-manuver, baik secara individual maupun koalisi dalam rangka sosialisasi pencapresan untuk Pemilu selanjutnya. Menurut dia, akar penyebab munculnya persoalan tersebut di antaranya adalah sistem presidensial dengan basis sistem multi-partai.

Hal tersebut disampaikan Anis Matta dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Kasak-Kusuk Politik Aji Mumpung 2024: Bagaimana Sikap Presiden?’ di kanal Youtube GeloraTV pada Rabu (18/5/2022).

Melanjutkan pernyataannya, Anis menegaskan, para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dengan asumsi bahwa mereka memiliki kemampuan dalam bidang di mana mereka ditunjuk sebagai pembantu. Jabatan menteri, kata dia, adalah jabatan yang tidak dipertaruhkan melalui pemilihan, tetapi melalui pengangkatan.

“Apapun dasar pertimbangan presiden mengangkat seseorang menjadi menteri, maka seorang menteri adalah pembantu presiden yang memiliki tugas teknokrasi,” sebut dia.

Tugas tersebut, lanjut mantan Wakil Ketua DPR RI ini, bersifat teknis, spesifik, dan memerlukan kemampuan teknis untuk menjalankan tugas itu. Jadi jika seseorang diangkat misalnya, menjadi menteri BUMN, artinya presiden percaya dengan orang itu bahwa dia mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh BUMN.

“Kira-kira kan seperti itu asumsi dasarnya. Tetapi ketika mereka menggunakan posisi itu untuk berkampanye sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, di sini muncul masalah etika,” kata Anis seraya menyebut tika yang dimaksud adalah seharusnya para menteri bekerja sebagai seorang pembantu presiden dengan kemampuan teknis spesifik dan harus berorientasi menyelesaikan persoalan-persoalan di bidangnya.

Masih menurut Anis Matta, seseorang yang seharusnya menjadi pembantu presiden, kata dia, sudah seharusnya menggunakan seluruh resources yang ada dalam departemennya untuk membantu presiden dalam menjalankan tugas-tugasnya, dan bukan justru melakukan kerja-kerja politik di luar dari tugas yang seharusnya dia ditugaskan itu.

“Jadi ada semacam kemirisan bahwa ketika Garuda menjelang bankrut, menterinya berkampanye sedemikian rupa. Begitu juga dengan menteri-menteri yang lainnya, ketika kita sedang menghadapi banyak masalah, para menteri justru membentuk koalisi,” pungkasnya. (Jal)