Jampidsus : Masih Ada Ketimpangan dalam Penyelesaian Perkara TPPU

by
by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono menegaskan, pencapaian kinerja di lingkungannya selama tahun 2021 ini masih terdapat ketimpangan dalam jumlah penyelesaian dan penanganan perkara.

“Meskipun secara umum telah memenuhi target, namun masih ada ketimpangan dalam jumlah dan penanganan perkaranya,” ujar Jampidsus Ali Mukartono saat acara peringatan HUT ke-39 bidang Pidsus. Di Gedung Bundar Kejagung, Kamis (30/12/2021), di Jakarta.

Ali pun mencontohkan selama periode Januari-November 2021 bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung menangani dan menyelesaikan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 18 perkara.

“Sedangkan satuan kerja di daerah menangani sembilan perkara TPPU,” kata Ali menambahkan.

Oleh karena itu, katanya, kinerja bidang Pidsus Kejagung belum dapat diimbangi satuan kerja di daerah terutama dalam penanganan perkara TPPU.

Ali pun mengingatkan kembali agar seluruh jajaran bidang Pidsus untuk lebih optimal menangani perkara TPPU sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU asal tindak pidana korupsi.

“Sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup, sehingga dapat mewujudkan salah satu program optimalisasi penanganan perkara korupsi,” kata Ali menandaskan.

Dia pun mengungkapkan selama priode Januari-November 2021 jajaran Bidang Tindak Pidana Khusus berhasil menyelamatkan
kerugian keuangan negara dengan jumlah yang cukup besar dalam bentuk uang tunai maupun aset berupa tanah, bangunan dan lain-lain total sebesar Rp21 triliun.

Sementara itu, kata dia, untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Bidang Pidsus Kejagung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri yang telah disetorkan ke kas Negara sebesar Rp362 miliar.

Atas keberhasilan tersebut JAM Pidsus memberikan apresiasi kepada jajaran Bidang Pidsus di seluruh Indonesia yang bekerja keras melakukan penelusuran, pelacakan dan penyitaan aset-aset sebagai upaya menyelamatkan kerugian keuangan negara.

Ali menambahkan sejak Tahun 2020 pihaknya mencanangkan program optimalisasi penanganan perkara korupsi dengan terus menggaungkan
pertanggungjawaban pidana tidak hanya diarahkan kepada subyek hukum orang perseorangan melainkan
juga subyek hukum korporasi.

Selain itu, kata dia, penerapan
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi tidak hanya fokus pada pembuktian unsur merugikan keuangan negara, tetapi unsur merugikan perekonomian negara.

Kemudian juga, ungkap Ali, penerapan secara tegas dan tidak ragu-ragu terhadap tindak pidana kolusi dan tindak pidana nepotisme (KKN) sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

“Sebagai upaya efektif untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” ucapnya seraya menyebutkan penerapan secara konsisten TPPU sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan tindak pidana asal korupsi.

Dia menegaskan tujuan dari kebijakan optimalisasi tersebut yaitu penjeraan (detterent effect) bagi pelaku korupsi dan efek penjeraan (detterent effect) kepada masyarakat untuk tidak melakukan korupsi.

“Selain itu optimalisasi asset recovery sebagai upaya penyelematan dan pemulihan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang terjadi sebagai akibat korupsi. Serta peningkatan PNBP sebagai kemanfaatan praktis pencegahan dan penindakan korupsi,” katanya. Oisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *