OC Kaligis Tanggapi Wacana Jaksa Agung Terapkan Hukuman Mati Kasus Korupsi

by
by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Advokat senior yang juga terpidana korupsi, OC Kaligis menanggapi soal wacana penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana kasus korupsi yang diwacanakan oleh Jaksa Agung Burhanuddin.

Menurutnya, jika Jaksa Agung ingin menegakkan hukum, lanjutkan terlebih dahulu perkara Novel Baswedan agar diadili berdasarkan putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Bila Bapak Jaksa Agung benar-benar selama ini hendak menegakkan hukum, tugas pertama didepan mata adalah mengadili Novel Baswedan, Denny Indrayana dan hukum mati para oknum jaksa yang terlibat korupsi. Kalau itu dilaksanakan baru saya hargai, Jaksa Agung sebagai pahlawan penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Semoga masukan saya ini mendapat perhatian dari Bapak Jaksa Agung,” kata Kaligis melalui surat terbukanya kepada wartawan, Senin (22/11/2021), di Jakarta.
Adapun tanggapan OC Kaligis dalam suratnya secara terbuka adalah sebagai berikut :

Dengan hormat.

Perkenankanlah saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, praktisi dan akademisi, berdomisii hukum sementara di Lapas Sukamiskin, turut memberikan sumbangan pemikiran saya baik sebagai praktisi maupun sebagai akademisi, untuk hal berikut ini:

1. Di Media saya membaca pernyataan bombastis Bapak: Hukum Mati para Koruptor.

2. Sebagai akademisi saya pernah mengajar di Pusdiklat Kejaksaan Agung di Ragunan untuk beberapa saat.

3. Sebagai praktisi dan akademisi, pandangan saya mengenai hukum di Indonesia, harus saya katakan, bahwa cita-cita era reformasi dalam penegakkan hukum, tidak menjadi kenyataan.

4. Korupsi komisioner KPK Bibit-Chandra gagal ke Pengadilan, meskipun kejaksaan menetapkan bahwa berkas perkara korupsi mereka oleh Kejaksaan telah dinyatakan lengkap alias P-21. Seandainya perkara mereka jadi diadili akan terbukti oknum-oknum penyidik KPK yang menerima suap dalam perkara korupsi tersebut.

5. Semua oknum KPK era Novel Baswedan yang terlibat pidana, perkaranya di-deponeer atau dipetieskan.

6. Kasus persangkaan korupsi yang dilakukan Prof. Denny Indrayana, menguap begitu saja, meski penyidik polisi telah selesai melakukan gelar perkara. Saya yakin disaat dimulainya dilakukan penyidikan polisi berdasarkan Pasal 109 (1) KUHAP telah memberitahukannya kepada kejaksaan.

7. Kasus pidana suap Aspidum Kejaksaan tinggi DKI Jakarta Agus Winoto, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, bebas hukuman mati, bahkan mereka dikenakan hukuman ringan.

8. Percobaan suap oleh Marudut Pakpahan, PT. Brantas Adipraya kepada Kejati DKI, diintervensi oleh Jaksa Agung Prasetyo, sekalipun dakwaan menetapkan keterlibatan Kejati.

9. Banyak catatan mengenai oknum Jaksa yang terlibat kasus korupsi, yang bebas ancaman hukuman mati seperti yang diserukan oleh Bapak Jaksa Agung.

10. Bahkan sekarang saya lagi menggugat kejaksaan yang melindungi tersangka dugaan pembunuhan Novel Baswedan. Kelihatannya Jaksa Agung adalah bawahan Ombudsman.

11. Buktinya: Jaksa Agung tunduk kepada sepucuk surat Ombudsman yang memerintahkan Jaksa Agung untuk tidak mentaati Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu.

12. Gelar perkara dugaan pembunuhan telah dilakukan oleh pihak Kepolisian. Pihak kejaksaan juga telah menyaksikan viral gelar perkara yang pernah saya majukan sebagai bukti di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

13. Sekarang perkara tersebut kembali saya majukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pihak Ombudsman sebagai tergugat 1 dan sidang tersebut masih berlangsung. Sekarang, dimana Kejaksaan adalah pihak yang membela Novel Baswedan si tersangka kasus dugaan pembunuhan.

14. Walaupun ada perintah Pengadilan Negeri Bengkulu, tetap saja Jaksa Agung tidak mentaati perintah pengadilan yang memerintahkan agar Jaksa Agung melimpahkan perkara Novel Baswedan.

15. Bukankah yang menyatakan berkas perkara Novel Baswedan sesuai Pasal 138 KUHAP telah lengkap dan oleh karena itu Kejaksaan juga yang melimpahkan perkara pidana tersebut ke Pengadilan?.

16. Pasal 138 ayat (1) KUHAP: Ditentukan bahwa Jaksa Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari Penyidik, segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.

17. Polisi menyatakan berkas penyidikan sangkaan penganiayaan dan pembunuhan Novel Baswedan lengkap. Itu sebabnya pada waktu itu Jaksa melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Bengkulu.

18. Bukti permainan Jaksa dalam perkara Novel Baswedan.

19. Setelah berkas siap untuk diadili oleh Pengadilan, Jaksa meminjam berkas untuk “katanya melengkapi atau membuat surat dakwaan.”

20. Bukannya membuat surat dakwaan, berkas pembunuhan yang tadinya dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan alias P-21, dibuatkan Penetapan Penghentian Penuntutan alias SP3.

21. Korban pun mengajukan Praperadilan dan memenangkannya, si rakyat kecil dan miskin tak punya kawan yang berkuasa. Perintah Pengadilan: Memerintahkan Jaksa melanjutkan perkara Novel Baswedan ke Pengadilan. Jaksa melawan. Novel Baswedan dilindungi Jaksa.

22. Melihat fakta-fakta yang saya uraikan di atas, pernyataan Jaksa Agung untuk menghukum mati para koruptor, saya tanggapi secara sinis.

23. Coba renungkan: Berapa banyak korban mega korupsi kasus Jiwasraya? Korupsi yang merugikan negara kurang lebih Rp17 triuliun?.

24. Jiwasraya yang telah terlibat mega korupsi, sejak tahun 2004, masih coba merampok uang rakyat dengan proyek Jiwasraya bernama Protection Plan.

25. Jiwasraya menunjuk 10 bank penyalur untuk memasarkan proyek Protection Plan, tanpa secara transparan memberitahukan tragedi korupsi yang terjadi ditubuh Jiwasraya.

26. Padahal Pasal 75 Undang-undang Asuransi mengharuskan Jiwasraya menjelaskan secara transparan kemelut keuangan yang terjadi di tubuh Jiwasraya ketika memasarkan proyek tabungan “Protection Plan”.

27. Baik bank penyalur maupun para nasabah mereka, tanpa curiga memindahkan deposito mereka ke Jiwasraya.

28. Saya pun percaya. Mana mungkin Jiwasraya yang termasuk Badan Usaha Milik Negara, rela menipu rakyatnya?.

29. Ternyata saya keliru, termasuk semua para nasabah dan bank penyalur pun tertipu, akibat Jiwasraya tidak secara transparan menceritakan kemelut mega korupsi yang terjadi ditubuh perusahaan.

30. Menteri Erick Thohir, tempat dimana saya memohon perlindungan hukum, sebagai bosnya BUMN, terbukti turut melindungi para koruptor Jiwasraya.

31. Dalam gugatan perdata saya Menteri Erick Thohir meminta ke Pengadilan untuk menolak gugatan agar uang saya sebesar kurang lebih Rp 30 miliar dikembalikan.

32. Pak Jaksa Agung yang budiman, Bapak Penegak hukum di Indonesia.

33. Banyak korban vonis korupsi di Lapas yang tidak merampok uang negara.Berapa banyak Gubernur, Bupati, Wali Kota hingga Kepala Desa yang divonis karena kebijakan yang mereka buat.

34. Banyaknya korban korupsi terjerat sangkaan korupsi karena pernah Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, menjerat tersangka hanya dengan asumsi “ dapat” merugikan keuangan negara, sekalipun temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menetapkan dari hasil pemeriksaannya: Tidak ada kerugian Negara.

35. Para advokat pun bila “katanya” tidak hendak membuka rahasia klien, dituduh menghalang-halangi pemeriksaan. Lantas pengacara yang bersangkutan disidangkan sebagai tersangka koruptor.

36. Saya salah satu korban yang divonis tanpa satu senpun uang sitaan suap, berkas saya dimajukan ke Pengadilan tanpa bukti. Saya bukan OTT yang ditangkap karena buku-buku saya yang membongkar korupsi KPK.

37. Bila Bapak Jaksa Agung benar-benar selama ini hendak menegakkan hukum, tugas pertama didepan mata Bapak adalah adili Novel Baswedan, Prof. Denny Indrayana. Cekal kepergian Prof. Denny keluar negeri. Hukum mati para oknum Jaksa yang terlibat korupsi. Baru pada saat itu Bapak Jaksa Agung yang saya hargai dan hormati: sebagai Pahlawan penegak hukum. Pahlawan pemberantas korupsi. Semoga masukan saya ini mendapat perhatian Bapak Jaksa Agung.

Hormat saya.
Warga binaan dari Lapas Sukamiskin, yang dicap koruptor tanpa bukti.

Seperti diketahui, Jaksa Agung Burhanuddin kembali menggaungkan wacana hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi. Pihaknya, akan membuka ruang diskusi dalam mengkaji secara ilmiah dan lebih dalam untuk dapat diterapkannya sanksi pidana terberat bagi para koruptor.

Menurut Jaksa Agung, dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, selain upaya preventif juga diperlukan upaya represif yang tegas sebagai efek jera. Pihaknya telah melakukan berbagai macam upaya untuk menciptakan efek jera.

Upaya prefentif yang dilakukan dalam penuntutan di antaranya, penjatuhan tuntutan yang berat sesuai dengan tingkat kejahatan, merubah pola pendekatan dari follow the suspect menjadi follow the money dan follow the asset. Kemudian, pemiskinan koruptor dengan melakuan perampasan aset koruptor melalui asset tracing, sehingga penegakan hukum tidak sekedar pemidanaan badan tetapi juga bagaimana kerugian keuangan negara yang dapat dipulihkan secara maksimal.

Menurut Jaksa Agung Burhanuddin, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, posisi Kejaksaan adalah mengendalikan suatu perkara pidana dari tahapan awal (penyelidikan) sampai dengan akhir (ekseskusi) sebagai satu kesatuan proses penuntutan.

Karena itu, kewenangan Kejaksaan dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-Undang Kejaksaan, perlu diskusikan bersama, sehingga keberhasilan pada tahap akhir inilah suatu perkara pidana dapat dikatakan telah tuntas.

“Khusus untuk pelaksanaan hukuman pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum dan menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2/PPNS/1946 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer,” kata Burhanuddin. Oisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *