Pemilihan Alutsista, Diplomasi Internasional Hingga Kualitas SDM Prajurit Jadi PR Jenderal Andika Sebagai Panglima TNI

by
Jenderal Andika Perkasa

BERITABUANA.CO, JAKARTA– Presiden Joko Widodo resmi melantik Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang memasuki masa pensiun. Presiden melantik Jenderal TNI Andika Perkasa di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/11/2021).

Jenderal TNI Andika Perkasa sendiri akan menjabat Panglima TNI kurang lebih selama satu tahun karena pada Desember 2022 dirinya pensiun di usia 58 tahun. Hal tersebut sesui dengan Undang-undang yang berlaku.

“Masa tugas yang singkat bagi Jenderal TNI Andika Perkasa tentu tidak berarti akan minim prestasi, bila Visi-Misi yang dipaparkan di Komisi I DPR RI dapat dijalan dengan baik dan konsisten tentu akan sangat bermanfaat bagi TNI,” kata Pengamat Militer dan Intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati lewat keterangan tertulisnya, Kamis (18/11/2021).

Susaningtyas lalu menuturkan ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan Jenderal TNI Andika Perkasa selama menjabat sebagai Panglima TNI. “Interoperabilitas harus dilaksanakan. 3 Matra TNI bekerja sama dengan baik menjaga kedaulatan NKRI,” tutur Nuning, sapaan akrab Susaningtyas.

Dengan pertimbangan kebutuhan organisasi TNI, lanjut Nuning, dalam kurun waktu ke depan sebagai bagian modernisasi Alutsista, sehingga dibutuhkan Panglima TNI memiliki kemampuan manajemen tempur dan diplomasi militer yang handal.

“Banyak negara saat ini dimana tengah menyusun kebijakan baru terkait defence shifting yang lebih mengarah pada prinsip efisiensi operasi militer dan interoperabilitas. Teknologi terkini yang paling mendominasi defence shifting adalah Unmanned System. Diantaranya adalah Unmanned Aerial Vechile (UAV), Unmanned Surface Vechile (USV) dan Unmanned Sub-Surface Vechile (USSV),” ucapnya.

“Pemilihan Alutsista juga yang tepat guna serta betul-betul dibutuhkan, bukan justru yang dibeli alutsista yang tak sesuai kebutuhan, ancaman dan alam maupun situasi kondisi Indonesia,” sambung mantan Anggota Komisi Pertahanan DPR RI ini.

Nuning pun menjelaskan, ada pertimbangan perkembangan lingkungan strategis pada tataran Global dan Regional serta meningkatkan fungsi diplomasi pertahanan di tingkat internasional. Oleh karenanya, dibutuhkan sosok Panglima TNI yang memiliki dampak penangkalan bagi petinggi militer internasional.

“Penting sekali jika Panglima TNI disegani dunia Internasional,” jelas Nuning.

Untuk di bidang pendidikan dan latihan, kata Nuning, SDM unggul Indonesia maju harus dijabarkan internal Mabes TNI dan Mabes Angkatan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas prajurit TNI sebagai SDM yang unggul. Dengan demikina, prajurit memiliki pengetahuan kemiliteran maupun akademik yang mumpuni dan terlatih.

“Kualitas prajurit TNI harus mulai dibangun agar unggul dibandingkan dengan prajurit negara-negara lain, apalagi kini tak dapat dihindari adanya perang Siber. Kualitas prajurit harus ditingkatkan sejalan dengan era Revolusi Industri 4.0,” paparnya.

Karenanya, Proses pendidikan dan latihan di lingkungan TNI harus memanfaatkan teknologi informasi dan digitalisasi agar diperoleh keuntungan organisasi pendidikan berupa efisiensi.

“Ini penting untuk interoperabilitas komunikasi TNI dan pihak lain. Keuntungan lain adalah pengajaran kepada peserta didik atas pemanfaatan teknologi informasi dan digitalusasi dalam penugasan selanjutnya di Kotama Operasional dan/atau Kotama Pembinaan,” ujar Nuning.

Ia lalu mengingatkan adanya Serangan Siber Kognitif yang juga penting diatensi. Menurutnya, Serangan siber kognitif adalah jenis serangan psikologis yang banyak tidak disadari oleh banyak pihak dan hanya dapat dilihat dan dirasakan akibatnya.

“Ini adalah bentuk peperangan yang tidak memerlukan persenjataan konvensional namun dampaknya bisa menyerupai dampak peperangan konvensional sebagai mana yang telah banyak kita saksikan di dalam televisi beberapa tahun belakangan ini. Maraknya perang kognitif dan perang persepsi juga membutuhkan penanganan dengan methode yang tepat, agar tak menyebabkan disintegrasi bangsa,” ucap Nuning.

Terkait hal itu, lanjut Nuning, kualitas prajurit TNI juga harus ditingkatkan untuk mengawaki teknologi militer terkini, seperti pemanfaatan Unmanned System baik berupa robot maupun artificial intelligent, dan cyber defense. Para prajurit TNI harus mulai dipersiapkan mampu berinteraksi dengan sesama prajurit yang asalnya 100% manusia, 50% robot, dan bahkan yang berasal 100 % robot.

“Oleh sebab itu sangat penting bagi TNI untuk merekrut para pemuda dan pemudi yang memiliki intelejensi tinggi,” tegasnya.

Sementara itu, terkait dengan alutsista, kata Nuning, pada prinsipnya pembenahan alutsista sebelum Minimum Essential Force (MEF) ditujukan untuk efisiensi sedangkan setelah MEF ditujukan untuk optimalisasi yang mencakup efektivitas dan efisiensi.

Nuning pun menjabarkan, pembenahan alutsista TNI setelah MEF membutuhkan profesionalitas prajurit TNI dari ketiga angkatan yang terintegrasi. Artinya, sistem pendidikan dan latihan (Diklat) prajurit TNI harus dibenahi sesuai dengan operational requirement dan technical specification.

Sedangkan, alutsista yang diadakan setelah MEF maka pendidikan dan latihan (Diklat) TNI harus menerapkan standar dan kriteria profesionalitas prajurit TNI yang baru sesuai parameter alutsista yang terintegrasi. “Pembenahan alutsista yang terintegrasi dan pembenahan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI sesuai alutsista baru tersebut berujung pada pembenahan organisasi TNI,” papar Nuning.

Kualitas prajurit TNI berikutnya yang harus ditingkatkan adalah kemampuan akademik baik di bidang metodologi cara berpikir maupun di bidang komunikasi. Kualitas metodologi cara berpikir secara ilmiah sangat dibutuhkan para prajurit TNI untuk senantiasa menggunakan perspektif yang ilmiah di dalam menyelenggarakan operasi militer.

Sedangkan kualitas di bidang komunikasi sangat ditentukan kemampuan menggunakan bahasa-bahasa internasional. Nuning menilai, prajurit TNI pada level tamtama dan bintara sangat penting untuk mahir berbahasa Inggris. Termasuk kemampuan komunikasi antarbudaya juga harus ditingkatkan karena TNI juga berperan dalam menghadapi radikalisme maupun gejolak separatis.

“Terkait dengan ancaman tentu kita juga harus fokus pada ancaman wilayah laut. Pelanggaran wilayah perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna sudah berulang kali terjadi dengan modus yang sama, yaitu diawali dengan masuknya kapal ikan Cina yang kemudian di-back up oleh China Coast Guard (CCG),” jelasnya.

Pelanggaran ini terjadi berulang karena Cina bersikeras melakukan klaim atas sebagian besar perairan Laut Cina Selatan yang dikenal dengan Nine Dashed Lines. Jadi, penting dipahami bahwa Cina tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Pulau Natuna dan Laut Teritorial Indonesia di Laut Natuna. Klaim Cina atas Nine Dashed Lines tumpang tundih dengan sebagian perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna.

“Sedangkan untuk wilayah udara, jika TNI AU konsisten dengan konsep Network Centric Operation maka langkah awal adalah mulai menggeser kekuatan tempur utama TNI AU di wilayah perbatasan, mengingat jarak jelajah pesawat TNI AU sangat ditentukan dari mana pangkalan awalnya untuk airborne,” tandasnya. (Fadloli)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *