Revisi UU KUHP Upaya Pemerintah Menyusun Suatu Rekodifikasi Hukum Pidana

by
Wamenkumham Prof. Edward 'Eddy' Omar Sharif Hiariej.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Revisi Undang-Undang terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof. Edward ‘Eddy’ Omar Sharif Hiariej berbicara dalam Gelora Legal Talks dengan tema “Revisi KUHP, Apakah Menjawab Kebutuhan?” bersama Anggota Komisi III DPR RI dan Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, Pakar dan Praktisi Hukum Pidana Dr. Firman Wijaya, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah, dan Ketua Bidang Hukum dan HAM DPN Partai Gelora Indonesia Amin Fahrudin, SH, MH.

Eddy mengatakan, Revisi UU KUHP ini untuk mewujudkan negara hukum yang berlandaskan Pancasila, memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergi, komprehensif, dan dinamis, melalui upaya pembangunan hukum.

“Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan hukum. Apalagi, perkembangan hukum pidana yang ada saat ini, tidak sesuai dengan dinamika masyarakat inilah yang mengakibatkan pembaruan dan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana perlu segera dilakukan,” sebut dia.

Selain rekodifikasi yang mencakup konsolidasi serta sinkronisasi peraturan hukum pidana, menurut Eddy, pembaruan RUU KUHP juga diarahkan sebagai upaya harmonisasi, yaitu dengan menyesuaikan KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal dan upaya modernisasi, yaitu dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata, menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.

“Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif,” kata Wamenkumham. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *