Aspidum Kejati DKI Ingatkan Kajari Jaksel Karena Robianto Idup Belum Dieksekusi

by
Ilustrasi

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Nurcahyo Jungkung Madyo, SH diingatkan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Anang Supriatna, SH karena terpidana Robianto Idup belum dieksekusi.

“Saya akan ingatkan Pak Kajari Jakarta Selatan nanti ya,” kata Anang kepada wartawan di Kejati DKI Jakarta, Kamis (5/8/2021)

Menurutnya, terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang sudah inkracht, otoritas pelaksanaannya ada di Kejari Jakarta Selatan.

“Sebagai eksekutor pelaksana putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Kejari Jakarta Selatan. Mereka yang mempunyai otoritas untuk itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Nurcahyo sendiri pernah menyampaikan akan melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) setelah selesai masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

“Kami masih sibuk melaksanakan perintah Jaksa Agung mengenai PPKM Darurat. Nanti setelah PPKM selesai pasti kami akan eksekusi”. Demikian Nurcahyo.

Bahkan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Fadil Zumhana, SH, tidak memberikan ketegasan atas pelaksanaan atau eksekusi itu.

“Perkara tersebut saat ini ditangani Kejati DKI Jakarta. Silahkan tanya kepada Aspidum, karena mereka yang mengetahui permasalahannya ya,” kata Fadil Zumhana.

Terbengkalainya eksekusi ini mengundang tanya, tidak hanya dari saksi korban Herman Tandrin, tetapi juga para pencari keadilan lainnya. Siapa sebenarnya terpidana Robianto Idup? Tidakkah sama kedudukan setiap orang di hadapan hukum?

Seperti diketahui, penuntut umum menuntut terdakwa Robianto Idup selama 3 tahun 6 bulan penjara. Kemudian majelis hakim PN Jakarta Selatan pimpinan Florensani Kendengan, SH memutus perbuatan terdakwa bukanlah tindak pidana melainkan perdata.

Kemudian jaksa mengajukan kasasi ke MA, lalu menghukum Robianto Idup selama 18 bulan penjara.

Kasus ini bermula dari kerjasama antara Robianto Idup selaku Komisaris PT DBG dalam usaha pertambangan batubara dengan Herman Tandrin sebagai Dirut PT.GPE pertengahan 2011.

PT GPE yang memiliki peralatan lengkap diperjanjikan mengerjakan penambangan batubara di wilayah izin pertambangan PT DBG di Desa Salim Batu, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

PT GPE pun melakukan eksplorasi hingga menghasilkan 223.613 MT atau senilai Rp71.061.686.405. Lalu batubara itu dijual ke Singapura, tetapi PT DBG yang diwakili Robianto Idup tak kunjung membayar PT GPE yang ditaksir mencapai Rp 74 miliar lebih.

Akhirnya Robianto Idup dan Iman Setiabudi dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Lalu Iman Setiabudi lebih dahulu divonis PN Jakarta Selatan. Sementara Robianto Idup sempat kabur dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sampai akhirnya dia menyerah saat berada di Den Haag, Belanda. Kemudian menjalani proses hukum di PN Jakarta Selatan. (Sormin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *