Ditengarai ada Elite Sengaja Kelola Pembelahan Politik di Masyarakat

by
Gelora Talk 4 dengan tema "Pembelahan Politik di Jagat Media Sosial: Residu Pemilu yang Tak Kunjung Usai" di Jakarta, Selasa (22/6/2021) petang dengan pembicara Pengusaha,Founder Spindoctor dan Penggerak JASMEV, Dyah Kartika Rini Djoemadi, Sekjen DPN Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik, Peneliti masalah Komunikasi dan Politik Dr. Guntur F. Prisanto dan Moderator Wasekjen Partai Gelora Saidah Silalahi serta diikuti sejumlah Wartawan dan Audien lainnya secara Virtual.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pembelahan sosial dan politik atau polarisasi yang terjadi dimasyarakat pasca Pemilu 2019, ditengarai sengaja dipelihara dan keelola oleh segelintir elite politik untuk kepentingan politik praktrisnya. Karena itu harus segera diakhiri, jika tidak ingin terjadinya fail state (negara gagal) dan berujung bubarnya negara.

Kecurigaan ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPN Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik berbicara dalam diskusi Gelora Talk 4 dengan tema “Pembelahan Politik di Jagat Media Sosial: Residu Pemilu yang Tak Kunjung Usai” di Jakarta, Selasa (22/6/2021) petang. Diskusi dibuka oleh Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Anis Matta.

Terkait pembelahan dimaksud, Mahfuz mencontohkan pembelahan politik berbasis agama, yang direpresentasikan dengan munculnya partai berhaluan kanan dan kiri. Bila partai-partai ini diuntungkan dengan adanya pembehalan politik, setidaknya suara pertainya naik.

“Jadi sangat mungkin pikiran ini ada di beberapa elite politik yang ada, meski harus mengorbankan kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia. Padahal pembelahan sosial dan politik yang terbiarkan, residunya akan semakin mengental dan dapat menyebabkan fail state, negara gagal. Di beberapa negara pembelahan menjadi pemicu negara bubar, sehingga harus ada solusi segera untuk mengakhiri,” sebut dia.

Semestinya, lanjut mantan Ketua Komisi I DPR RI itu, Indonesia sudah menyelesaikan pembelahan politik setelah melewati tahun-tahun politik krusial sejak Pilkada 2012, yakni dengan kesadaran kolektif sehingga masalah ini (pembelahan politik), harus diselesaikan. Sebab ia khawatir, jika setelah Pilpres 2024 masih ada pembelahan politik, maka skalanya akan semakin besar.

“Resikonya bukan lagi persoalan kandidat atau partai mana menang, tetapi nasib nagsa ke depan. Dan kalau di media sosial selama ini yang bertarung antara ‘cebong’ dan ‘kampret’, maka sebaiknya kedua pemimpinnya harus duduk bersama, menuntaskan permasalahan,” pungkas mantan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *