Telegram Larangan Kapolri Dewan Pers Nilai Ambigu, Polri: Telegram Itu Ditujukan untuk Internal Polri

by
Karopenmas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono

BERITABUANA. CO, JAKARTA – Telegram yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan, bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. ST, membuat heboh kalangan pers. Pasalnya telegram tersebut dinilai ngambang dan tak jelas sasarannya.

Dewan Pers pun yang mewadahi insan pers seluruh Indonesia merasa ada keanehan. Dewan Pers menganggap tidak paham telegram itu ditujukan kepada internal kepolisian atau media massa.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli, mengatakan Jenderal Listyo Sigit perlu menjelaskan lebih detail soal telegram tersebut yang diteken oleh Kadiv Humas Polri (selaku atas nama Kapolri) tersebut.

Arif menyatakan perlu ada penjelasan lanjutan mengenai apakah telegram tersebut ditujukan kepada humas di lingkungan kepolisian atau tertuju kepada media massa.

“Apakah ini adalah imbauan kepada humas-humas di lingkungan Polri, untuk menjalankan poin-poin 1-11 ini, atau ini adalah perintah kepada kapolda-kapolda agar media-media di lingkungan kapolda tidak menyiarkan,” jelas Arif.

Penjelasan Kapolri, tambah Arif, diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Pasalnya, telegram Kapolri memiliki arti ganda, atau ambigu.

Agar tidak terjadi kesalahpahaman, karena kita salah menangkap maksudnya, maka, Arif meminta Kapolri Listyo Sigit harus menjelaskan maksud yang sebenarnya.

Menanggapi pernyataan Dewan Pers, Karo Penmas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyatakan surat telegram tersebut dibuat untuk kepentingan internal. Buktinya, lanjut Rusdi, telegram itu ditujukan untuk Kapolda dan secara khusus untuk Kabid Humas Polda.

“Lihat STR itu ditujukan kepada kabid humas, itu petunjuk dan arahan dari Mabes ke wilayah. Hanya untuk internal,” tutur Rusdi.

Berikut 11 poin larangan Polri untuk media massa pada telegram Kapolri:

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan Kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan Kepolisian yang tegas namun humanis.

2. Tidak menyajikan rekaman proses integorasi Kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh Kepolisian.

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun dari pejabat Kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan.

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya kemudian serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku kemudian korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku mapun korbannya yaitu anak di bawah umur.

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media kemudian tidak boleh disiarkan secara live kemudian dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak. (CS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *