Kasus Graha Medika, Fikri Salim Akui Dikte Pembuatan Kwitansi

by
Rina jadi Saksi Mahkota Untuk Terdakwa (foto: Ilustrasi

BERITABUANA. CO, BOGOR – Rina Yuliana menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Fikri Salim di Pengadilan Negeri Bogor, Selasa (19/1). Sidang ini beragendakan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Arya Putra Negara, Rina menerangkan, ia mengenal dengan Fikri pada saat mendampingi Isnanto untuk pengurusan perizinan pembangunan rumah sakit.

“Iya, saya kenal. Kenal dari pak Isnanto. Pada akhir tahun 2015, pak Isnanto minta didampingi saya untuk bertemu dengan pak Fikri. Pada saat itu pak Isnanto diminta untuk membantu mengurus perizinan Rumah Sakit Graha Medika di Kota Bogor,” urai Rina.

Rina menerima jasa pengurusan perizinan sekitar 20 item. Untuk berkas-berkas dibutuhkan dalam permohonan perizinan di DPMPTSP didapat dari Isnanto. Ketua majelis kemudian menanyakan perihal surat kuasa dalam pengurusan perizinan. “Ada yang mulia, pada saat itu, pak Slamet Isnanto yang meminta saya menandatangani surat kuasa,” kata Rina.

Permohonan perizinan itu, kata dia, diajukan atas nama PT Muhammad Medika Abadi. Selain rumah sakit, Rina juga mendapat permintaan untuk pengurusan perizinan hotel Family yang lokasinya dekat dengan rumah sakit. “Yang meminta bapak Fikri Salim,” ujarnya.

Rina menjelaskan, dalam berkas dan gambar rumah sakit yang diterima untuk permohonan awal 4 lantai dan 2 basement. Permohonan awal disampaikannya telah selesai.

Selanjutnya, kata Rina, ada pengurusan IMB perluasan untuk rumah sakit dengan penambahan dua lantai atas permintaan Fikri. Untuk pembiayaan IMB perluasan tersebut sekitar Rp30 juta dan dinyatakan telah selesai. “Untuk surat kuasa (hotel Family) pada saat itu saya lupa,” ujarnya.

Rina mengaku menerima sejumlah uang untuk pengurusan perizinan per item dari Isnanto. Sedangkan dari Fikri sendiri diakuinya tidak ada.

Dalam persidangan, JPU membacakan hasil lab Bareskrim Mabes Polri terhadap beberapa lembar berkas di antaranya tanda terima IPPT, surat kuasa dan surat pernyataan disimpulkan bahwa tanda tangan Dr Lucky Azizah merupakan tanda tangan karang atau berbeda dengan aslinya. Selain hal lab, JPU juga memperlihatkan bukti dalam berkas perkara berupa rekening atas nama Rina Yuliana.

Terkait Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Rina mengatakan dokumen dimaksud tidak keluar dikerenakan tugasnya sampai penyelesaian IMB rumah sakit. Ia lalu menjelaskan, setelah disurvei dengan dihadiri instansi terkait, bangunan tidak sesuai dengan IMB dan ada banyak revisi bangunan, salahsatunya siteplan.

“Pada tahun 2019 itu bapak Fikri menghubungi untuk diminta membantu pengurusan izin operasional. Namun disitu saya menjelaskan sebelum mengurus izin operasional itu harus mengurus laik fungsi,” jelasnya.

Sementara, Penasehat Hukum Fikri Salim kepada saksi mempertanyakan perihal kerjasama pengurusan perizinan dengan Isnanto. “Saya berkerja kepada pak Isnanto kurang lebih dari tahun 2013. Untuk pengurusan perizinan rumah sakit kurang lebih sekitar satu tahun. Hotel Family terpisah,” jawab Rina.

Kepada penasehat hukum, Rina juga mengatakan ia menerima uang jasa secara tunai. Sedangkan untuk surat kuasa menerima dari Isnanto yang kemudian ditandatanganinya.

Dalam persidangan tersebut, terdakwa Fikri banyak melontarkan pertanyaan kepada Rina. Dia juga menyatakan keberatan dengan keterangan saksi saat ditanya ketua hakim.

“Intinya saya keberatan bahwa saya tidak mengurus atau mengetahui berkas-berkas yang diserahkan oleh Isnanto ke Rina. Saya hanya membantu dari segi pendanaan saja. Dan pak hakim bahwa yang memohon direktur bukan Dr Lucky,” kata Fikri.

Sementara untuk kesaksian Fikri Salim atas terdakwa Rina Yuliana, Fikri mengaku memalsukan sejumlah kwitansi sebagai tanda bukti transaksi. “Yang didikte itu hanya untuk pembuatan beberapa kwitansi untuk pencairan dana perizinan. Kalau untuk bon barang material yang dibeli asli dari toko,” katanya.

Fikri juga mengaku pernah dipinta untuk memberikan uang kepada Rina sebesar Rp30 juta untuk survei supaya proses berjalan lancar. Dalam proses pembangunan RS Graha Medika, Fikri mengaku tidak memiliki SK atau surat tugas dari PT Muhamad Medika Abadi.

Lalu Hakim meminta Jaksa untuk menunjukan sejumlah dokumen yang berupa Surat Keputusan (SK) penunjukan Fikri Salim dari PT Muhamad Medika Abadi untuk mengurus proyek RS Graha Medika Abadi dengan 7 lantai dan basemant serta mengurus segala perizinan RS tersebut. “Tidak pernah yang mulia,” ucap Fikri.

Tak hanya itu, Fikri juga mengaku tidak pernah menyuruh Junaedi membuat rekening BCA atas nama PT. Namun Fikri
memerintahkan Junaedi mengirimkan uang ke beberapa rekening keluarganya salah satunya Sadam Firdaus ponakan dari Fikri Salim. Selain itu dihadapan Majlis Hakim, Fikri juga menyuruh Junaidi membayar mobil dan pembayaran rekening listrik apartemen atas nama Wulan. “Itu apartemen yang ditempati saya,” tandasnya.  (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *